Perjalanan kita dalam da’wah seperti naik kereta api. Umat akhir
zaman menempati gerbong terakhir. Sedangkan locomotif dan gerbong pertama kereta
api ditempati oleh Nabi Muahammad saw. dan para sahabatnya r.anhum. Rel yang
ditempuhnya sama karena kereta apinya pun sama. Dalam kerja da’wah ini kita hanya tinggal ittiba
(mengikuti) contoh da’wah
yang dahulu dijalankan para pendahulunya (ibarat lokomotif dan gerbong pertama
tadi). Da’wah adalah kereta
api menuju Surga. Kini kereta api itu menyisakan gerbong terakhir yang
disediakan untuk umat akhir zaman. Petunjuk dan contoh sudah ada. Tujuan kereta
api pun telah jelas. Kereta api yang kita tumpangi sama dengan kereta api yang
ditumpangi Nabi, karena memang kita berada pada satu kereta dan hanya berbeda
gerbong (zamannya) saja. Tujuan dan kereta api kita sama dengan Nabi s.a.w. Kita
berada satu kereta dengan Nabi s.a.w.. Meskipun kita berada di gerbong terakhir
tapi tetap akan sampai di tempat tujuan yang sama. Dengan da’wah berarti menaiki kereta api yang sama
dengan Nabi s.a.w., kita hanya tinggal ittiba’ (mengikuti).
Bagaimana
cara mengikutinya gerbong atau perjalanan Nabi s.a.w.? Tentu kalau kita lihat
Nabi s.a.w. dan para sahabat selalu shalat berjama’ah di masjid, maka kita pun harus ikut
contoh yang dibuat Nabi s.a.w. selalu shalat berjama’ah di masjid. Kalau Nabi s.a.w. selalu
tampak mata kakinya ketika berjalan atau beribadah seperti shalat, tentu kita
pun harus tampak mata kaki. Begitu juga kalau Nabi berjanggut dan mencukur
kumisnya, kita pun mengikutinya. Inilah da’wah sehari-hari kita untuk mencapai
kejayaan Islam.