Lebih dari 1350 tahun yang lalu, ketika dunia
ini telah dipenuhi oleh kekufuran, kegelapan, kebodohan, dan kejahilan, maka
dari balik pegunungan Batha (Makkah) memancarlah nur hidayah yang menembus
daerah Timur, Barat, Utara, Selatan, sehingga seluruh penjuru dunia disinari
dengan nur hidayah tersebut. Hanya dalam waktu singkat, yaitu selama 23 tahun,
Nabi Muhammad saw. dapat membawa manusia ke puncak kemajuan yang tiada
bandingnya dalam sejarah dunia. Dan pelita hidayah, perdamaian, serta kejayaan
berada di tangan kaum muslimin, sehingga dengan sinarnya, mereka selalu berjalan
di puncak kemajuan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Dengan cahaya hidayah
tersebut, seluruh dunia berada di bawah kekuasaan kaum muslimin selama
berabad-abad sehingga tidak ada kekuatan yang berani menantang mereka. Kalaupun
ada, setiap kekuatan yang menentang itu akan dihancurkan hingga ke akar-akarnya.
Ini merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Namun demikian, semua itu
adalah cerita lama yang jika diceritakan terus menerus memang akan menghibur
hati, tanpa ada faedah dan manfaatnya, selama kehidupan orang-orang terdahulu
itu hanya kita simpan dalam kenyataan dan kejadian kita pada saat sekarang
ini.
Dari sejarah kehidupan kaum muslimin pada tiga
belas abad yang silam dapat kita ketahui bahwa umat Islam adalah satu-satunya
pemilik dan penguasa kemuliaan, keagungan, keberanian, dan kehebatan serta
kekuatan. Namun, bila kita beralih dari lembaran sejarah tersebut dan melihat
keadaan yang terjadi sekarang ini, maka kaum muslimin berada dalam keadaan yang
sangat rendah dan hina, miskin papa tanpa memiliki kekuasaan ataupun kekayaan,
tanpa kewibawaan dan kekuatan. Tidak ada kerjasama, persaudaraan, dan kasih
sayang, dan tidak lagi memiliki adab yang baik maupun akhlak mulia, juga tidak
ada lagi amal perbuatan yang baik. Segala keburukan ada pada diri kita,
sedangkan kebaikan sangat jauh.
Musuh-musuh kita sangat bergembira dengan
kehinaan kita ini, kelemahan-kelemahan kita diperlihatkan dengan terang-terangan
dan kita dijadikan bahan tertawaan. Tidak cukup sampai di situ, bahkan para
pemuda kita yang telah mendapat pendidikan gaya baru telah berani mempermainkan
asas-asas agama yang suci ini dan menentangnya, bahkan syariat yang suci ini
dianggap tidak layak untuk diamalkan, sia-sia, dan tidak ada gunanya. Sungguh
mengherankan, kaum yang telah membuat kenyang seluruh dunia, mengapa justru
kehausan? Kaum yang telah mengajarkan adab dan kebudayaan, mengapa sekarang
justru tidak beradab dan berbudaya?
Para tokoh kaum muslimin pun telah banyak
memikirkan hal ini dan telah mencoba dengan berbagai cara untuk memperbaiki
keadaan ini. Tetapi, semakin diobati, semakin parah penyakitnya. Sekarang,
apabila keadaan sudah lebih buruk dan pada masa yang akan datang mungkin akan
semakin buruk, maka jika kita hanya berdiam diri dan tidak berusaha
sungguh-sungguh untuk mencegahnya, ini merupakan suatu kesalahan besar. Sangat
penting bagi kita sebelum mulai melangkah untuk memikirkan penyebab kehinaan dan
keburukan yang terjadi dewasa ini. Usaha untuk memperbaiki keruntuhan dan
kegagalan kita telah banyak diucapkan. Dan untuk menyelesaikannya pun sudah
banyak cara yang ditempuh, namun setiap cara yang diusahakan selalu tidak sesuai
dan tidak mencapai kesuksesan. Sehingga, para pemikir agama telah jatuh dalam
keputusasaan dan kecemasan.
Sebenarnya, sampai sekarang pun belum
diketahui dengan pasti apa penyakit yang tengah diderita oleh umat ini. Hal-hal
yang dijelaskan selama ini sebenarnya bukan merupakan asal penyakit yang
sesungguhnya, namun hanya akibat dari penyakit tersebut. Karena kita tidak
bertawajjuh terhadap penyakit yang sebenarnya, pengobatan dan perbaikan pun
bukan ke atas sumber penyakit, sehingga tidak mungkin dan mustahil dapat
memperbaiki akibat-akibat yang sudah terjadi sebelum kita mengetahui dengan
benar sumber penyakit yang melanda umat ini dan mengobatinya dengan tepat. Cara
perbaikan kita yang asal-asalan merupakan kesalahan yang sangat
besar.
Kita mengakui bahwa syariat Islam adalah suatu
aturan Ilahi yang sempurna, sebagai sebab kesuksesan di dunia dan akhirat, serta
jaminan pada hari Kiamat kelak. Oleh sebab itu, tidak ada alasan bagi kita untuk
mendiagnosis sendiri penyakit ini, lalu mulai mengobatinya dengan cara kita
sendiri. Sangat penting bagi kita untuk berusaha mengetahui penyebab penyakit
ini di dalam Al-Quran. Kemudian dengan berpusat pada petunjuk dan hidayat
tersebut, kita akan mengetahui cara pengobatannya yang benar, sehingga penyakit
tersebut dapat diobati.
Apabila Al-Quran dijadikan sebagai tuntunan
amal atau aturan yang sempurna bagi kita hingga hari Kiamat, maka tidak ada
alasan bahwa Al-Quran akan membawa kita kepada kegagalan pada saat yang sangat
genting ini. Benarlah janji Maharaja langit dan bumi bahwa Dia telah berjanji
akan menjadikan orang-orang yang beriman sebagai khalifah di muka
bumi.
"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang
beriman di antaramu dan beramal shalih, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka
khalifah di muka bumi." (Q.s. An-Nur: 55).
Dan memberi kabar gembira bahwa orang-orang
mukmin akan selalu menang melawan orang-orang kafir dan tidak ada teman serta
penolong bagi orang-orang kafir.
"Dan jika orang-orang kafir memerangi kalian,
pasti mereka akan lari berpaling. Kemudian mereka tidak akan mendapatkan seorang
pun teman atau penolong." (Q.s. Al-Fath : 22).
Bantuan dan pertolongan bagi orang-orang
mukmin adalah tanggung jawab Allah, sehingga orang-orang mukminlah yang akan
selalu menang.
"Dan adalah hak (kewajiban) Kami menolong
orang-orang mukmin. Dan janganlah kalian merasa rendah, dan jangan merasa sedih,
padahal kalian yang akan unggul jika kalian orang-orang beriman." (Q.s. Ar-Rum:
47, Q.s. Ali Imran: 139).
"Dan kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya dan bagi orang-orang yang beriman." (Q.s. Al-Munafiqun :
8).
Setelah kita merenungkan ayat-ayat di atas,
dapat kita ketahui bahwa kemuliaan, pangkat, keberanian, ketinggian, kemenangan,
dan kebaikan kaum muslimin hanya terikat erat dengan sifat keimanan. Apabila
telah tercipta hubungan yang kuat dengan Allah dan Rasul-Nya (sebagai maksud
iman), maka semua janji di atas akan terwujud. Sebaliknya (semoga Allah
melindungi), apabila terputus hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya, atau melemah
bahkan berkurang; maka kekurangan, kerugian, dan kehinaan yang akan didapat. Hal
itu disebutkan dengan jelas dalam ayat berikut ini:
"Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar
berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan
nasihat menasihati agar mentaati kebenaran dan nasihat menasihati agar menepati
ketabahan." (Q.s. Al-'Ashr : 1-3).
Para pendahulu kita telah mencapai kemuliaan
yang sempurna, tetapi kita berada dalam kehinaan dan keburukan. Maka dapat
diketahui bahwa sifat keimanan mereka telah mencapai derajat yang sempurna,
sedangkan kita jauh dari nikmat yang sangat besar itu, sebagaimana sabda Nabi
saw.:
"Akan datang suatu zaman bahwa tidak akan
tersisa Islam kecuali namanya saja dan tidak pula Al-Quran kecuali tulisannya
saja." (Misykat).
Yang patut kita renungkan adalah jika kita
benar-benar terhalang dari hakikat Islam yang hakiki sebagaimana yang
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya -- yang menjadi penyebab kejayaan dan kemenangan
kita di dunia dan akhirat-- maka dengan cara apa lagi kita dapat memperoleh
kembali nikmat-nikmat yang telah hilang itu? Apakah yang menyebabkan ruh Islam
keluar sehingga kita hanya memiliki jasad Islam tanpa ruh? Apabila kita mengkaji
kandungan Al-Quran mengenai keutamaan serta ketinggian umat Muhammad saw., maka
dapat kita ketahui bahwa umat ini digelari sebagai umat yang terbaik karena
memiliki kedudukan yang mulia dan tanggung jawab yang sangat besar.
Maksud diciptakannya dunia adalah untuk
mengenal dan mentauhidkan Allah dari segala serikat selain Dia. Hal ini tidak
mungkin tercapai jika manusia masih bergelimang dengan kemusyrikan dan dosa-dosa
tanpa menggantinya dengan kebaikan. Untuk mencapai maksud tersebut, diutuslah
ribuan Nabi, sehingga untuk menyempurnakan maksud tersebut diutuslah Nabi
terakhir; Rasulullah saw. , sesuai dengan firman-Nya:
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu
agamamu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku relakan Islam
menjadi agamamu." (Q.s. Al-Maidah : 3).
Sekarang, karena maksud telah sempurna dan
setiap kebaikan serta kejahatan telah dijelaskan, dan suatu aturan amal yang
sempurna telah diberikan, maka silsilah risalah dan kenabian yang pada mulanya
diberikan kepada para Nabi dan Rasul, telah dibebankan kepada umat Muhammad saw.
hingga hari Kiamat.
"Kalian adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang mungkar. Dan kalian beriman kepada Allah." (Q.s. Ali Imran:
110).
"Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, dan menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang mungkar; dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.s. Ali
Imran: 104).
Dalam ayat pertama disebutkan bahwa umat
terbaik diperuntukkan bagi mereka yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran. Sedangkan ayat berikutnya disertai pengkhususan bahwa hanya mereka
yang menunaikan tugas dan tanggung jawab yang akan mendapatkan kebahagiaan dan
kejayaan. Bahkan tidak hanya itu, dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka
yang tidak menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran wajib mendapatkan
laknat dan adzab Allah swt..
"Telah dilaknat orang-orang kafir Bani Israil
dengan lisan Dawud a.s. dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan
mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak
melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sungguh sangat buruklah apa yang
selalu mereka perbuat." (Q.s. Al-Maidah : 78-79).
Ayat ini dijelaskan dengan keterangan
hadits:
Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., Rasulullah saw.
bersabda, "Sesungguhnya keadaan umat sebelummu, apabila di antara mereka ada
yang berbuat dosa (kemaksiatan), datanglah seseorang melarang seraya
memperingatkan mereka dengan berkata, 'Wahai kamu, takutlah kepada Allah.' Pada
hari-hari berikutnya, orang yang melarang itu pun bergaul, duduk, makan-makan
dan minum bersamanya, seakan-akan ia tidak pernah melihatnya berbuat dosa pada
hari sebelumnya. Ketika Allah menyaksikan pergaulan mereka, maka Allah
menyatukan hati mereka. Kemudian Allah melaknat mereka atas lisan (nabi-Nya)
yaitu Dawud dan Isa bin Maryam. Demikian itu karena mereka mentaati Allah dan
sudah melampaui batas. Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Kalian
harus menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemaksiatan, memegang tangan orang
jahil dan memaksanya ke arah kebenaran. (Kalau tidak), maka Allah akan
menyatukan hatimu dengan hati mereka. Kemudian Allah melaknatmu sebagaimana Dia
melaknat mereka (umat-umat sebelummu)." (Abu Dawud, Tirmidzi -
At-Targhib).
Jarir bin Abdullah r.a. berkata, "Aku
mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Tidaklah seseorang berada di suatu kaum, ia
berbuat maksiat di tengah mereka, dan mereka mampu untuk mencegahnya, namun
mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka siksa
sebelum mereka mati." Yakni mereka akan ditimpa berbagai musibah di dunia. (Abu
Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Ashbahani - At-Thargib).
Diriwayatkan dari Anas r.a. bahwa Rasulullah
saw. bersabda, "Kalimat Laa ilaaha illallaah akan selalu memberi manfaat bagi
siapa saja yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan
bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya." Sahabat bertanya, "Ya
Rasulullah, apakah yang dimaksud mengabaikan hak-haknya?" Jawab beliau,
"Kemaksiatan kepada Allah dilakukan secara terang-terangan, tetapi tidak dicegah
dan diubah olehnya." (Al-Ashbahani - At-Tharghib).
Aisyah r.ha. meriwayatkan, "Pada suatu saat,
Rasulullah saw. masuk ke rumahku, dan aku mengetahui dari raut wajah beliau
bahwa sesuatu telah terjadi pada beliau. Beliau tidak berbicara kepada seorang
pun. Setelah berwudhu, beliau masuk ke dalam masjid. Aku pun merapatkan
(telinga) ke dinding kamarku agar dapat mendengar apa yang beliau sabdakan.
Beliau duduk di atas mimbar. Setelah memuji Allah, beliau berkhutbah, 'Wahai
manusia, sesungguhnya Allah telah berfirman kepada kalian, 'Suruhlah manusia
berbuat kebaikan dan cegahlah mereka dari kemungkaran, sebelum (datang masanya)
di mana kalian berdoa, tetapi doa kalian tidak dikabulkan; kalian meminta
kepada-Ku, tetapi Aku tidak akan memberimu, dan kalian memohon pertolongan
dari-Ku, tetapi Aku tidak akan menolongmu.'" Beliau pun tidak menambah
khutbahnya hingga beliau turun (dari mimbar)." (Ibnu Majah, Ibnu Hibban -
At-Targhib).
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata,
"Rasulullah saw. bersabda, 'Jika umatku sudah mengagungkan dunia, maka akan
tercabut darinya kehebatan Islam. Dan jika mereka sudah meninggalkan amar ma'ruf
nahi mungkar, maka mereka akan terhalang dari keberkahan wahyu. Dan jika umatku
sudah saling menghina, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah." (Hakim,
Tirmidzi - Durrul Mantsur).
Jika hadits-hadits di atas direnungkan, maka
dapat diketahui bahwa meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar akan menyebabkan
laknat dan murka Allah swt.. Dan apabila umat Muhammad saw. meninggalkan tugas
ini, maka mereka akan ditimpa banyak musibah, kesusahan, kehinaan, dan akan
terjauh dari nushrah ghaibiyah dari Allah swt. dalam setiap masalah mereka.
Penyebab dari semua ini karena kita tidak mengenal apa yang menjadi kewajiban
dan tanggung jawab kita sebagai umat Muhammad saw., dan sebagai akibat dari
kelalaiannya dari tanggung jawab ini. Inilah penyebabnya, mengapa Rasulullah
saw. mendudukkan amar ma'ruf nahi mungkar pada bagian iman yang istimewa dan
diikrarkan kelazimannya. Sedangkan jika kita meninggalkannya, itu menunjukkan
kelemahan iman serta kemalasan kita, sebagaimana disebutkan di dalam hadits Abu
Said r.a. berikut ini:
Dari Abu Sa'id Al-Khudri r.a., ia berkata,
"Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa di antara kalian melihat
kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah
dengan lidahnya. Jika tidak mampu, maka bencilah dengan hatinya, dan ini adalah
selemah-lemah iman." (Muslim,Tirmidzi, Ibnu Majah, Nasa'i -
At-Targhib).
Ringkasnya, jika membenci kemaksiatan adalah
derajat yang terendah dan menunjukkan iman yang terlemah, demikian pula tingkat
pertama adalah kesempurnaan dakwah sebagai kesempurnaan iman. Untuk lebih
jelasnya disebutkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud r.a.:
"Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus
sebelumku, melainkan ia memiliki pengikut dan para sahabat pilihan dari umatnya
yang setia kepada sunahnya dan mengikuti perintahnya. Yaitu mereka menjaga
syariat Ilahi sebagaimana keadaan dan bentuk yang diajarkan oleh Nabi mereka,
dan tidak membiarkan ada perbedaan sedikit pun. Kemudian datanglah setelah
mereka masa yang penuh fitnah dan kerusakan, sehingga muncullah satu generasi
berikutnya yang membicarakan apa yang tidak mereka amalkan, beramal tetapi bukan
yang diperintahkan. Barangsiapa bersungguh-sungguh (mencegah mereka) dengan
tangannya, maka ia seorang mukmin, barangsiapa bersungguh-sungguh (mencegah
mereka) dengan lidahnya, maka ia seorang mukmin, dan barangsiapa
bersungguh-sungguh (mencegah) mereka dengan hatinya, maka ia juga seorang
mukmin. Sedangkan setelah itu tidak ada lagi derajat iman walau hanya sebesar
biji sawi." (Muslim).
Keutamaan dan pentingnya dakwah ini juga telah
disebutkan oleh Imam Ghazali rah.a., ia berkata, "Tidak diragukan lagi bahwa
amar ma'ruf nahi mungkar adalah inti yang paling agung dalam agama, sesuatu yang
paling penting, yang demi tugas tersebut Allah mengutus seluruh Anbiya a.s..
Apabila penyebarannya dihentikan, ilmu dan amalnya ditinggalkan; tentu kenabian
akan sia-sia, keagamaan akan melemah, sifat bermalas-malas akan menyebar,
jalan-jalan kesesatan akan terbuka, kebodohan akan merajalela, kerusakan akan
terjadi di dalam setiap pekerjaan, akan timbul perpecahan di antara manusia,
perkampungan, dan negara, sehingga akan hancur dan binasa seluruh makhluk.
Sedangkan mereka tidak menyadari kehancurannya kecuali pada hari Kiamat ketika
dibawa dihadapan Allah swt.. Dan apa yang kita khawatirkan tampaknya akan
benar-benar terjadi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Tanda-tanda ilmu dan amalnya tiang ini telah
terhapus. Keberkahan serta hakikatnya pun telah tiada. Sikap meremehkan dan
menghina orang lain telah mengakar di dalam hati. Hubungan hati dengan Allah
swt. telah terhapus. Dan manusia bebas mengikuti hawa nafsu dan syahwat
sebagaimana hewan melata. Sulit didapati seorang mukmin yang benar demi agama
Allah yang tidak terpengaruh dengan celaan orang-orang yang mencelanya. Dengan
demikian, barangsiapa yang berusaha menghilangkan kehancuran ini dan berusaha
menghidupkan sunnah Rasulullah saw., dan ia berdiri memikul beban ini, bangkit
untuk mengembannya serta menyingsingkan lengan untuk menghidupkannya, maka di
antara manusia, dialah pemilik kemuliaan dan orang pilihan."
Kata-kata Imam Ghazali rah.a. yang menerangkan
pentingnya dan perlu nya kerja ini sebenarnya telah cukup sebagai peringatan
untuk membangunkan dan menyadarkan kita.