Semua manusia di bumi ini mempunyai cita-cita
yang sama yaitu bagaimana hidup di dunia ini bahagia. Semua manusia mempunyai
cita-cita dan tujuan yang sama dari yang kaya, miskin, sehat, sakit, dikota,
ataupun didesa, yaitu ingin hidup bahagia. Untuk bisa mendapatkan kebahagiaan
ini ada 2 asbab yang ditempuh manusia :
I. Al Asbab Ad dzohiroh Asbab-asbab yang
nampak :
Dari pakaian, makanan, rumah, transportasi,
keluarga, jabatan, status sosial, dan asbab-asbab materi kebendaan yang lainnya.
Secara Dzohir memang bisa memberikan kebahagiaan, tetapi tidak mutlak
jaminannya. Asbab ini bisa juga menjadi asbab datangnya kesusahan. Contoh :
Manusia membeli mobil mewah karena bisa memuaskan nafsu keinginan yang
harapannya adalah datangnya kebahagiaan. Tetapi dengan mobil yang sama manusia
bisa mendapatkan kesusahaan dan penderitaan. Seperti biaya perawatan yang mahal
artinya lebih berat lagi mencari uang untuk menutupi biaya. Bahkan dengan mobil
yang sama manusia bisa menderita bila terjadi kecelakaan yang bahkan dapat
merengut nyawanya.
II. Al Asbab Al Ghoibiyah Asbab-asbab yang
tidak nampak :
Inilah yang menjadi asbab kebahagiaan yang
hakiki, yang sebenarnya, yaitu dengan Iman dan Amal. Semua amalan agama ini
datangnya dari Allah, maka jaminan kebahagiaannya adalah mutlak kepastiannya.
Dibalik perintah-perintah Allah ini ada pertolongan Allah. Jadi inilah asbab
mutlak datangnya kebahagiaan. Walaupun dia secara dzohir tidak memiliki apa-apa,
tetapi jika dia mau beriman dan beramal maka pasti dan pasti dia akan bahagia,
dan pasti Allah akan tolong dia. Contoh : Nabi ditawari gunung emas oleh Allah
tetapi ditolak Nabi dan Nabi SAW lebih memilih amalan sabar dan syukur. Padahal
kondisi dzohiriah Nabi SAW sangat memprihatinkan seperti 3 hari tidak makan, 2
bulan tidak mengepul asap di dapur, dll. Ini karena beliau SAW yakin kunci
kebahagiaan ini ada dibalik amal-amal agama bukan pada kebendaan.
Al Asbab Ad Dzohiroh sangat bergantung pada Al
asbab al ghaibiyah untuk bisa mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan. Sedangkan
asbab ghaibiyah tidak bergantung kepada asbab dzohiriyah untuk mendatangkan
kebahagiaan yang sempurna. Asbab dzohir yang sempurna terlihat dimata manusia,
tanpa asbab ghaibiyah, tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan sedikitpun.
Contohnya seperti Firaun, Qorun, Namrud LA yang memiliki kesempurnaan asbab
dzohiriyah, namun karena mereka tidak mempunyai asbab al ghaibiyah, maka mereka
sengsara dunia dan akherat. Beda dengan para Anbiya AS dan para Sahabat RA yang
secara asbab dzohiriyah mereka nampak sangat kekurangan, tetapi mereka adalah
orang-orang yang bahagia dunia dan akherat asbab sempurnanya asbab ghaibiyah
mereka. Nabi SAW bagi beliau sudah biasa tidak makan 3 hari berturut-turut,
tidak pernah menyimpan makanan untuk hari esok, atau 2 bulan asap tidak mengepul
di dapur beliau SAW, tidur hanya beralaskan anyaman daun kurma sehingga berbekas
pada kulit dan pipi beliau SAW. Namun walaupun begitu para ulama sepakat bahwa
Nabi SAW adalah orang yang paling bahagia di dunia dan di akherat. Ini
dikarenakan Iman dan Amalan, asbab al ghoibiyah, beliau yang
sempurna.
Pernah suatu ketika 2 utusan romawi datang
untuk melihat kehidupan pimpinan umat islam yang berhasil menaklukkan dataran
Persia dan Romawi sebagai bangsa terkuat secara asbab dzohiriyah saat itu.
Ketika mereka sampai di madinah ketika itu utusan ini yang pertama kali
ditanyakan adalah kehebatan asbab-asbab dzohiriyah yang dimiliki pemimpin orang
islam ketika itu. Seperti dimana raja kalian, dimana kerajaannya, namun orang
islam ketika itu membantah bahwa pemeimpin mereka bukanlah raja dan tidaklah
memiliki kerajaan yang dimaksudkan oleh utusan tersebut. Mereka tidak mempunyai
raja yang dilayani tetapi seorang khalifah yang melayani ummatnya, tidak ada
istana tempat resmi pejabat pemerintahan, tetapi yang ada hanya mesjid tempat
para sahabat sering berkumpul. Lalu dihantarlah utusan tersebut menghadap
khalifah Umar RA yang ketika itu tertidur dibawah pohon hanya dengan bermodal
tongkat. Umar pulas tertidur setelah beronda keliling kampung tidak ada yang
menjaganya, tidak ada satpam, anjing, pengamanan, yang ada hanya Allah di hati
Umar RA.. Maka terkejutlah utusan tersebut melihat keadaaan umar RA seorang
penakluk bangsa yang besar dibandingkan dengan Raja mereka. Ini Umar seorang
pemimpin penakluk 2/3 dunia bajunya bertambal-tambal, tidur tidak ada yang
menjaga, beralaskan bumi beratapkan langit, tidak mempunyai pengawal dan
kerajaan, namun tidur dengan tenang dan nyenyak. Sementara Rajanya mempunyai
lemari baju yang banyak, tidur dikasur yang empuk, dikawal ribuan tentara, tidur
di istana yang megah, tetapi hidup selalu dalam ketakutan, tidak ada ketenangan,
dan tidak bisa tidur nyenyak. Umar yang miskin dari asbab adzhohiriyah tetapi
sempurna asbab al ghaibiyahnya maka ketenangan dan kebahagian telah datang
padanya. Sedangkan si Raja yang sempurna asbab adzhohiriyah tetapi kosong dari
asbab al ghoibiyah maka yang datang kepadanya adalah ketidak tenangan dan
penderitaan. Inilah perbedaan diantara mereke berdua seorang Umar RA dan si Raja
Romawi. Umar karena sempurna asbab al ghaibiyahnya Allah masukkan kekayaan ke
dalam hatinya sehingga hatinya menjadi kaya seperti kayanya dzohirnya seorang
raja.
Tidak ada satu nabipun yang menganjurkan
kaumnya untuk kerja lembur banting tulang buat mengurusi dunia untuk bisa
mencapai kebahagiaan dengan membangun pabrik, meluaskan sawah, memperbesar toko,
memperbaiki perdagangan, dan asbab dzohiriyah lainnya. Tetapi semua Nabi AS
mengajak kaumnya hanya kepada Allah dengan jalan menyempurnakan keyakinan dan
asbab-asbab ghaibiyah untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna. Jika asbab
ghaibiyah ini sempurna maka kebutuhan akan asbab dzohiriyah akan berkurang. Ini
dikarenakan ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki akan datang melalui asbab
ghaibiyah bukan dengan asbab dzahiriyah. Jika asbab ghaibiyah sempurna diamalkan
maka asbab dzahiriyah akan datang, namun ketika itu kebutuhan akan asbab
dzahiriyah akan berkurang. Sebagaimana di jaman sahabat ketika harta ghanimah
datang melimpah ruah ke pintu-pintu rumah para sahabat tetapi semuanya tidak ada
yang menyimpannya dibagi-bagikan hingga habis. Ini karena asbab ghaibiyah
sempurna diamalkan sehingga kebutuhan akan dzohiriyah berkurang.
Dalam mahfum firman Allah :
“ Siapa yang dipagi hari dari kamu beriman,
sedangkan mereka berbadan sehat, dan mempunyai tempat tinggal. Walaupun kamu
hanya satu hari makan dan tidak ada jaminan makan untuk esok harinya, maka dia
seakan-akan telah mendapatkan dunia beserta seluruh isinya. Hidup bagaikan
mendapatkan mimpi para raja.”
Seseorang datang kepada Nabi SAW mengadukan
masalah kelebihan orang kaya yang mampu melampaui mereka dalam beramal karena
harta mereka. Semua sahabat yang miskin fikirnya adalah bagaimana caranya
berprestasi dalam beramal bersaing mengalahkan prestasi amal orang kaya. Disini
Nabi SAW tidak menganjurkan para sahabat yang miskin untuk mencari duit yang
banyak atau menyempurnakan asbab-asbab dzohiriyah lainnya, tetapi yang diberikan
oleh Nabi SAW adalah amalan lagi. Mereka diberi amalan tasbih, tahmid, takbir
sebanyak 33 kali, jika disempurnakan dengan tahlil maka dosa-dosamu akan
diampuni, dan tidak ada yang bisa melebihi amalan ini kecuali bagi mereka yang
mengamalkannya juga. Lalu mereka pergi mengamalkan. Namun keesokan harinya
mereka kembali lagi kepada Nabi SAW mengeluh perkara yang sama disebabkan yang
kaya ikut mengamalkan apa yang mereka amalkan. Tetapi apa kata Nabi SAW,
“Beruntung orang-orang yang telah Allah lebihkan amalnya.” Ini karena mampu
tidaknya beramal seseorang bukan karena kemampuan tetapi karena kasih sayang
Allah sehingga Allah tolong dia untuk bisa beramal.
Jika orang yang mempunyai asbab ghaibiyah
dengan sempurna bertemu orang dengan asbab dzahiriyah yang sempurna, pasti Allah
akan menangkan orang yang sempurna asbab ghaibiyahnya dibanding dengan orang
yang sempurna asbab dzahiriyahnya saja. Seperti ketika perang Badr, sahabat
hanya mempunyai asbab ghaibiyah saja ketika itu yaitu Yakin yang sempurna kepada
Allah, Do’a dan Sunnah Nabi
SAW. Maka ketika itu kaum kafir yang hanya mempunyai asbab dzohiriyah saja dan
jauh lebih siap dibandingkan dengan pasukan sahabat, mampu di porak porandakan
oleh para sahabat dengan bantuan Allah Ta’ala. Sahabat perang di Badr dalam keadaan lapar sehingga melempar
tombakpun tidak kuat. Namun ketika tombak terlempar, walaupun tidak kena atau
meleset, tetapi banyak musuh yang terbunuh ketika dilewati oleh tombak tersebut.
Ada sahabat yang berpedangkan hanya dari ranting , tetapi sekali tebas dengan
ranting tumpul puluhan kepala orang kafir terpisah dari badan mereka.
Allah berfirman mahfum :
“ Bukan kamu yang melempar, tetapi kamilah
yang melempar. Bukan kamu yang membunuh tetapi kamilah yang membunuh
mereka.”
Inilah pertolongan yang Allah berikan kepada
mereka yang sempurna asbab ghaibiyahnya. Siapa yang membunuh ? Allah, siapa yang
memberi kemenangan ? Allah. Inilah kekuasaan Allah, jika Allah sudah menentukan
hasil siapa yang mampu merobah dan menghalanginya. Allah berkuasa dan
kekuasaannya tanpa batas, dan tidak ada satu mahlukpun yang mampu membatasi
kekuasaan Allah walaupun seluruh mahluk dari jin, manusia, malaikat berkumpul
untuk membatasi kekuasaan Allah. Orang yang hanya mempunyai asbab dzohir saja
tanpa ada asbab ghaibiyah maka hidupnya akan seperti sarang laba-laba gampang
hancur. Kelihatannya sukses dan bisa mendatangkan kebahagiaan dengan menangkap
nyamuk, semut, dan kebutuhan lainnya, padahal sekali pukul dengan sapu bisa
langsung hancur berantakan. Begitulah rapuhnya dan lemahnya kehidupan orang
yang hanya melengkapi asbab dzohiriah saja.
Ketika Nabi SAW hendak hijrah ke madinah, Nabi
SAW bilang kepada Ali RA bahwa nanti mereka akan bertemu kembali di madinah.
Padahal ketika itu jiwa mereka sedang terancam akan dibantai oleh pasukan khusus
orang kafir quraish terdiri dari 100 orang pendekar-pendekar tangguh yang
mengepung rumah Nabi SAW. Ketika itu justru Ali RA tidak ada rasa takut karena
yakin dengan perkataan Nabi SAW bahwa mereka akan bertemu kembali di madinah,
dan mereka tidak akan mati malam itu. Bagaimana Nabi SAW menyelesaikan masalah
malam itu yaitu dengan asbab ghaibiyah, dengan amal, dengan membaca surat yasin.
Sehingga Allah datangkan rasa kantuk kepada para pendekar itu. Walaupun ada satu
orang yang dibiarkan terjaga oleh Allah, namun orang tersebut tidak mampu
melakukan apa-apa bahkan membangunkan temennya sekalipun ketika Nabi SAW dan Abu
Bakar melintasi mereka. Lalu Nabi SAW diperintahkan Allah Ta’ala bersembunyi di goa thur ketika di
kejar oleh 100 pendekar pembunuh bayaran kaum quraish. Ketika itu Nabi SAW
melihat Abu Bakar RA menangis, sehingga beliau SAW menegur Abu Bakar RA untuk
tidak takut. Abu Bakar RA menjawab yang dia takuti bukan keselamatannya tetapi
yang ditakutinya adalah keselamatan Nabi SAW. Lalu apa kata Nabi SAW : “Sukakah
kamu jika ada 2 orang yang ketiganya adalah Allah. Janganlah takut karena Allah
bersama kita.” Disini Allah hendak memberi pelajaran bahwa Allah kuasa membangun
tembok baja di depan goa, atau mengirimkan ribuan malaikat untuk melindungi Nabi
SAW, atau mendatangkan burung ababil seperti ketika melawan Abrahah, tetapi
Allah pilih sarang laba-laba yang lemah untuk mengalahkan 100 kopasusnya
orang-orang Quraish. Ini karena Allah hendak menunjukkan betapa lemahnya manusia
dan logikanya. Bahkan ketika itu pasukan tersebut tidak mampu menundukkan
kepalanya untuk melihat kebawah goa yang tertutupi sarang laba-laba. Inilah yang
akan terjadi jika manusia hanya mengandalkan akalnya atau logikanya saja, maka
orang seperti ini akan membuat banyak kesalahan dan jauh dari petunjuk Allah.
Mereka fikir, “Tidak mungkin Nabi SAW ada di dalam goa, karena goa ini tertutupi
oleh sarang laba-laba, jika dia ada di dalam pasti sarang ini sudah hancur.”
Inilah lemahnya logika manusia dan hebatnya kekuasaan Allah.
Dalam suatu riwayat kisah sahabat, pernah ada
sahabat yang dikirim ke negeri Cina untuk buat dakwah disana. Lalu didapati oleh
para sahabat ini bahwa orang cina berdagang beras dengan takaran yang tidak
betul dicampur dengan debu agar lebih berat. Orang cina tempatan berdagang
dengan cara menipu. Lalu para sahabat ini membeli beras tersebut,
membersihkannya, dan dijual kembali dengan harga yang semestinya dan takaran
yang benar. Para pedagang cina berkata kepada para sahabat ini, “Bagaimana
kalian bisa beruntung jika cara dagang kalian seperti itu.” Ini karena yang
dicari sahabat adalah keberkahan dari perdagangan yang jujur dan adil sesuai
yang diperintahkan Allah Ta’ala. Inilah yang diyakini sahabat bukannya perdagangan, toko,
beras, uang, yang memberi kehidupan kepada mereka, tetapi Allahlah yang memberi
rizki dan kehidupan kepada mereka. Asbab cara mereka yang jujur dan adil ini
dalam berdagang membuat para sahabat ini menjadi terkenal, sehingga dipanggil ke
kerajaan oleh sang raja. Lalu para sahabat ini memberi dakwah kepada sang raja
tentang keadilan dan kejujuran dalam berdagang. Asbab dakwah sahabat ini, Raja
mengeluarkan Kepres atau surat keputusan bahwa yang boleh berdagang hanya orang
islam saja. Asbab ini banyak orang cina berbondong-bondong masuk islam, sehingga
nampaklah perubahan dari cara berdagang mereka ketika itu menjadi perdagangan
yang islami. Dagang berdasarkan ketaatan kepada Allah inilah yang mendatangkan
keberkahan dan pertolongan Allah.
Jika orang beriman ini sempurna ketaatannya
kepada Allah maka alam akan berkhidmat kepada mereka. Di dalam hadits Qudsi
Allah berfirman mahfumnya Allah akan buat suasana yang membantu hambanya.
Matahari terang disiang hari agar manusia bisa bekerja, hujan hanya turun
dimalam hari agar pertanian dan alam dapat mendatangkan keberkahan pada manusia.
Hujan tidak akan turun disiang hari agar manusia tidak kesulitan untuk bekerja,
dan tidak ada halilintar yang memberikan perasaan takut kepada manusia. Semuanya
akan dibuat mudah oleh Allah buat manusia. Alam akan berkhidmat kepada manusia
jika dia beriman dengan benar dan beramal dengan sempurna. Sebagaimana dijaman
Sahabat RA, para sahabat mampu menundukkan alam, dan alam berubah-ubah
tergantung keinginan sahabat. Seperti minta hujan disiang terik maka turunlah
hujan di kebunnya saja, jalan diatas air, mengeluarkan air dari tanah,
menghentikan gempa dengan kakinya, menghidupkan yang mati, dan lain-lain. Ini
semua karena mereka sempurna iman dan amalnya sehingga alampun tunduk pada
mereka.
Allah berfirman mahfum :
“ Seandainya penduduk suatu negeri beriman
kepada kami, maka kami akan datangkan rizki dari atas dan dari bawah mereka.
Tetapi mereka ingkar sehingga mereka kami adzab.”
Jadi sebelum kita mati kita targetkan Iman ini
agar kita bisa meninggal membawa kesempurnaan Iman. Bagaimana kita targetkan
selemah lemahnya Iman atau Iman ini minimal seperti yang Allah mau yaitu dapat
taat kepada Allah selama 24 Jam. Dan bagaimana ketinggian Iman kita dapat
mencapai taraf atau derajat Iman para sahabat yaitu ketika Iman ini sudah tidak
terkesan pada segala keadaan dan segala sesuatu selain Allah. Suatu ketika Abu
Hurairoh RA di jamu oleh pendeta dalam suatu hidangan makan. Ketika makan roti
yang dipegang Abu Hurairoh ini terjatuh, lalu Abu Hurairoh membersihkannya dan
dimakan kembali karena menurutnya ini sunnah. Namun melihat hal itu seseorang
menegur Abu Hurairoh untuk tidak melakukan itu seperti orang yang tidak pernah
makan saja dan memalukan derajat orang islam. Mendengar teguran itu Abu Hurairoh
marah dan berkata: “Mengapa aku harus meninggalkan sunnah kekasihku dan
mengikuti orang yang bodoh itu.” Inilah keimanan dan keyakinan sahabat terhadap
sunnah, mereka rela dipermalukan daripada harus meninggalkan sunnah Nabi
SAW.
Bagaimana kisah sahabat Abdullah ibnu
atha’ alias Abu Hanzalah,
ketika menjadi tawanan raja romawi, Abu Hanzalah diminta untuk meninggalkan
keimanannya dengan imbalan akan diberikan separuh dari kerajaannya. Namun apa
kata Abu Hanzalah : “Walaupun engkau berikan seluruh kerajaanmu kepadaku maka
aku tidak akan meninggalkan islam walaupun hanya sekejap mata.” Melihat hal itu
sang Raja menjadi marah sehingga memerintahkan algojonya untuk memanah Abu
Hanzalah kecuali jika dia mau meninggalkan keislamannya. Lalu apa kata Abu
Hanzalah : “Aku lebih baik mati dalam keadaan beriman daripada harus hidup dalam
keadaan kafir.” Melihat hal ini maka sang Raja tidak kehabisan akal, sehingga
memerintahkan prajuritnya untuk menyiapkan tungku panas yang besar untuk
menakuti Abu Hanzalah. Para orang-orang muslim yang menjadi tawanan tersebut
digilir diceburkan kedalam tungku yang panas dan menjadi syahid. Namun ketika
giliran Abu Hanzalah tiba, dia malah menangis. Sang Raja berpikir akhirnya Abu
Hanzalah menyerah juga dan mau meninggalkan keislamannya. Ketika ditanya mengapa
Abu Hanzalah menangis, dia menjawab : “Aku menangis bukan karena takut mati,
tetapi aku menangis karena hanya mempunyai satu nyawa. Andai kata nyawaku
sebanyak bulu dibadanku maka aku akan ceburkan semuanya kedalam tungku panas
ini.” Mendengar jawaban ini sang raja terkejut dan terkagum melihat keteguhan
Iman Hanzalah RA. Atas kekagumannya ini sang Raja hanya meminta Hanzalah untuk
menyium keningnya saja. Abu Hanzalah bersedia melakukannya dengan syarat asal
raja bersedia membebaskan seluruh orang islam yang menjadi tawanan. Inilah
Iqromul Musliminnya sahabat kepada kawan-kawannya. Mendengar kargozari tentang
Abu Hanzalah, maka saat itu umar mewajibkan para kaum muslimin untuk mencium
jidad Abu Hanzalah dimulai dari umar RA sendiri.
Nabi Ibrahim AS ketika diancam mati dengan
kobaran Api, Iman beliau tidak bergeming, walaupun itu dengan tawaran bantuan
dari malaikat, tetap Nabi Ibrahim AS tidak terkesan. Nabi Ibrahim AS hanya
terkesan dengan bantuan Allah saja dan tidak tertarik dengan bantuan mahluk
walaupun itu dari malaikat. Kita hari ini tidak ada yang mengancam dan tidak ada
yang menawarkan keduniaan Iman kita mudah tergoyah jika melihat cara hidup orang
kafir. Di desa rajin ibadah, lalu ke kota terkesan suasana, sibuk kerja, lalai
dari amal, terbawa suasan maksiat, akhirnya jadi ahlul maksiat. Asbabnya karena
telah meninggalkan perintah Allah terutama sholat.
Hari ini asbab Ad Dzohiroh kita jauh lebih
baik dari jaman para sahabat, namun sahabat asbab Al Ghoibiyah jauh lebih baik
dari kita. Karena kita jauh dari Al Asbab Al Ghoibiyah maka akhlaq kita tidak
sebaik bahkan jauh dari qualitas akhlaqnya sahabat RA. Kemerosotan akhlaq ini
nampak karena kita telah meninggalkan jalannya para sahabat dalam menyempurnakan
asbab Al Ghoibiyah. Berapa banyak hari ini kita berutang tetapi berapa banyak
yang mau memikirkan pembayarannya, dan bagaimana nasib si pemberi utang jika
hutangnya tidak di bayar. Sudah berjanji tidak ditepati bisanya bikin susah
orang. Kita harus jadikan diri kita seorang mukmin yang berguna dan seorang
mukmin yang tangguh, tidak cengeng sedikit-sedikit mengeluh. Minimal kita harus
jadikan diri kita tidak menyusahkan orang lain. Hari ini karena nafsu kita
besar, keinginan kita banyak sehingga kita tidak bahagia. Ada satu mobil pingin
dua. Ada satu rumah pingin dua, dan seterusnya. Orang seperti ini tidak akan
pernah puas dan tidak akan pernah bahagia. Sahabat dapat kepala kambing sangking
bahagianya tidak melupakan dirinya terhadap tetangganya. Bukannya ingin lebih
tetapi malah memberi seluruhnya kepada tetangganya yang lebih membutuhkan.
Inilah kesempurnaan Iman dan Kebahagiaan sahabat.
Jadi perjuangan kita hari ini adalah bagaimana
Al Asbab Al Ghoibiyah sempurna diamalkan oleh diri kita, keluarga kita, dan
ummat diseluruh alam. Mengapa hari ini masalah manusia tidak selesai-selesai ini
bukan karena ekonomi, politik, teknologi, tetapi karena manusia jauh dari agama.
Ketika Nabi SAW diutus, semua masalah manusia selesai hanya dengan asbab kalimat
: “Ya ayyu hannas qullu La Illaha Illallah Tuflihu : wahai manusia ucapkan tiada
tuhan selain Allah maka kamu akan bahagia”. Hari ini kenapa teknologi, ekonomi,
pertanian, perdagangan dapat maju ? ini karena manusia meluangkan waktu dan
sungguh-sungguh menekuninya. Ingin menjadi Sarjana tetapi tidak ada waktu untuk
kuliah bagaimana bisa ? ingin punya anak tetapi tidak mau kawin bagaimana bisa ?
Begitu juga dengan Iman dan Amal. Jika kita ingin Iman dan Amal kita sempurna
maka kita harus luangkan waktu. Allah berfirman mahfum : “Orang yang beriman
tidak akan ragu-ragu berjuang di jalan Allah, dan merekalah orang-orang yang
benar.”