Kita harus yakin pada yang ghaib sebagaimana
kita yakin pada yang nyata. Seperti ketika kita melihat dan memegang tangan kita
sendiri, ini adalah sesuatu yang pasti dan nyata. Seperti ketika kita melihat
tembok, tanah, mobil, dan lain-lain yang masih nampak oleh mata dan tersentuh
oleh tangan kita. Kita harus yakin pada perintah Allah yang ghaib manfaatnya
sebagaimana kita yakin terhadap benda-benda dan apa yang kita lihat manfaatnya.
Semua yang kita lihat saat ini adalah pasti, sedangkan janji Allah ini lebih
pasti lagi. Kita tidak bisa melihat usus kita, jantung kita, otak kita, dan
bagaimana fungsinya, tetapi kita meyakini bahwa itu semua ada dan berfungsi
dengan baik. Begitu pula dengan janji Allah yang tidak dapat kita lihat harus
kita yakini fungsinya dan eksistensinya sebagaimana kita yakin pada jantung,
usus, dan otak kita, walaupun kita tidak melihatnya. Namun pada hari ini, Yakin
kita masih tertambat hanya pada yang nampak saja, sehingga kita seringkali
meninggalkan perintah Allah yang ghaib hasilnya ini demi mendapatkan yang
nampak. Padahal yang nampak baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.
Berapa banyak orang yang merasa beli mobil mewah itu baik tetapi ternyata
setelah dibeli tau-taunya malah menyusahkan seperti : perawatannyalah,
pajaknyalah, ongkos bensinnyalah, dan lain-lain. Begitu juga dengan membeli
rumah mewah, tetapi ternyata malah merepotkan, seperti listrik lebih mahal,
bersihinnya lebih susah, dan semua biaya meningkat. Ini asbab nafsu kita yang
besar dan logika kita yang mengira bahwa semua itu baik. Jadi sesuatu yang
nampak baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, tetapi yang baik
menurut Allah sudah pasti baik bagi kita. Untuk itu kita harus mengutamakan yang
ghaib dulu atau perintah Allah diatas nafsu atau keinginan kita terhadap yang
nampak. Jika ini bisa kita lakukan, ini baru namanya orang yang beriman dan
yakin pada yang ghaib. Berani menafikan yang nampak dan hanya membenarkan yang
ghaib itu baru namanya Iman.
Jangan kita sampai celaka seperti Iblis
Laknatullah Allaih, karena celakanya iblis ini bukannya karena si iblis ini
tidak yakin pada Allah tetapi karena Iblis ini sombong. Iblis sendiri yakinnya
sempurna, bahkan mengakui bahwa Allah yang menciptakannya, “…Engkau ciptakan Aku
dari Api…” ini kata Iblis. Kata-kata “Engkau ciptakan aku dari api ini” ini
merupakan kalimat pengakuan dari Iblis bahwa Allah adalah Khaliq dan dia hanya
mahluq ciptaanNya. Jadi Iblis sendiri keyakinannya sempurna dari pengakuannya
sebagai ciptaan Allah. Bahkan ketika itu Iblis berbicara langsung dengan Allah
berarti yakinnya sangat sempurna seperti sempurnanya yakin kita ketika kita
melihat benda-benda disekeliling kita saat ini dan dapat merasakannya. Ini
kesempurnaan Imannya Iblis, sehingga menurut logikapun bisa dibenarkan bahwa
Iblis menolak sujud kepada Adam AS sebagai simbol pengabdian bahwa sujud itu
hanya untuk Allah. Namun disini kesalahan Iblis adalah bahwa dia hanya melihat
perintah Allah saja, bukan melihat siapa yang memerintahkan. Sehingga yang
terlihat oleh Iblis adalah kekurangannya Adam AS dan Kelebihan dirinya, gengsi
dan derajat. Disini Iblis melogikakan perintah Allah menurut akal dia, bukan
karena siapa yang memerintahkan, inilah yang namanya kesombongan. Jadi saat ini,
yakin saja tetapi tidak mau menjalankan perintah Allah, ini tidak cukup dan
tidak benar. Yakin lalu taat pada seluruh perintah Allah walaupun itu tidak bisa
diterima oleh akal kita, ini baru benar namanya. Yakin tetapi tidak mau taat ini
seperti pembalap yang yakin pada kemampuannya dalam membawa mobil di jalan raya
tetapi tidak mau ikut aturan lalu lintas maka suatu saat nanti dia akan mendapat
masalah bahkan akan celaka. Kesalahan kita hari ini suka melogikakan perintah
Allah dan tidak melihat siapa yang memerintahkan, yaitu Allah sebagai yang
mengeluarkan perintah. Sehingga ini menyebabkan kita menolak perintah Allah
seperti Iblis. Menolak perintah Allah dengan logika, yaitu yang baik menurut
kita saja bukan dari sisi Allah, inilah yang namanya kesombongan. Jadi sifat
sombong ini adalah salah satu sifat yang sangat dibenci Allah. Yang harus kita
jaga adalah apa perintah Allah untuk kita lalu kita amalkan dalam kondisi
apapun. Mengapa harus kita amalkan padahal tidak masuk diakal ? karena ini Allah
yang memerintahkan. Jangan kita kotak-katik perintah Allah seperti Iblis,
menurut mau kita saja, tetapi kita lihat siapa yang memerintahkan. Pada
hakekatnya semua kebenaran dan kebaikan ini hanya Allah yang tau. Kita ini tidak
tau apa-apa, hanya sok tau saja. Seakan-akan merasa diri ini lebih tau dari
Allah ini baru kesombongan namanya.
Di dalam Qur’an mahfum Allah bilang bahwa Ibrahim AS
ini adalah satu umat, padahal dalam tata bahasa bahwa umat itu adalah plural
atau banyak. Sedangkan Ibrahim AS hanya satu orang kenapa dibilang satu umat
oleh Allah Ta’ala. Ini
karena Ibrahim AS membawa tugas dan amanah dari Allah. Sebagaimana ada dalam
suatu riwayat dikatakan oleh Nabi SAW bahwa Muadz bin Jabar RA ini adalah satu
umat, ini dikarenakan kesungguhan dan ketegaran Muadz RA dalam menjalankan tugas
yang diberikan oleh Allah dan RasulNya kepadanya. Keteguhan dan kesungguhan
seseorang dalam mengamalkan perintah Allah ini menjadi perbedaan setiap orang
dalam mengamalkan agama. Inilah sebabnya satu orang bisa menjadi atau mewakili
satu umat yang sama dalam kesungguhan dan keteguhan dalam beramal. Sedangkan
kita ini adalah Choiru Ummah, Umat Terbaik, karena kita mengemban Amanah Allah
dan NabiNya yaitu melanjutkan tugas kenabian. Apa itu tugas kenabian? yaitu
Dakwah. Apa itu Dakwah ? yaitu Mengajak Manusia kepada Allah. Segala sesuatu
yang datangnya dari Allah, inilah yang namanya kebaikan dan pasti baik.
Sedangkan yang mungkar ini adalah segala sesuatu yang datang selain dari Allah
dan bertentangan dengan apa yang Allah perintahkan. Dulu yang namanya Nabi harus
dilantik dulu, tetapi kita ini dipilih langsung oleh Allah melalui perantara
Nabi SAW dan Al Qur’an.
Dalam Al Qur’an Allah
perintahkan pada Nabi untuk menjelaskan Jalan Hidupnya dan untuk memberitahu
siapa itu pengikutnya. ”Qul Hadzihi Sabilli Ad’U Illallah ala Bashirotin ana
wamanittaba’ani...” :
Katakanlah wahai Muhammad : Ini adalah jalanku, Aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan Hujjah yang nyata….” (12:108).
Siapa itu pengikut Nabi SAW yaitu orang-orang yang mengajak manusia taat kepada
Allah. Tugas Nabi adalah Dakwah kepada Allah dan begitu pula
pengikut-pengikutnya.
Jadi kita perlu tanamkan bahwa kita berdakwah
ini karena perintah Allah dan karena tanggung jawab kita sebagai Umat Nabi SAW.
Betul haram hukumnya dakwah tanpa Ilmu, tetapi modal dakwah adalah sampaikan
walaupun hanya satu ayat. Jangan ketika berdakwah kita berbicara perkara yang
kita tidak tahu ilmunya, tetapi sampaikan apa yang kita ketahui ilmunya. Ilmu
seperti apa ? yaitu apa-apa yang diajarkan dan disampaikan ulama kepada kita.
Inilah yang kita sampaikan kepada orang lain. Sedangkan kita keluar ini adalah
untuk belajar menyampaikan dan dalam rangka memperbaiki diri. Jangan kita keluar
atau berdakwah dengan niat untuk memperbaiki orang lain, karena jika itu terjadi
nanti ketika orang lain terperbaiki, kitanya malah terancam menjadi seperti
orang munafik. Mengapa kita menjadi seperti orang munafik, karena kalau kita
tidak amalkan apa yang kita ucapkan berarti hanya dimulut saja seperti orang
munafik. Lalu jika orang lain tidak terperbaiki kita akan kecewa. Jadi niatkan
ketika dakwah adalah untuk perbaikan diri sendiri maksudnya apa yang kita
ucapkan itu untuk diri kita sendiri, kita nasehati diri kita sendiri di
ulang-ulang, kita kesankan agar masuk ke hati dan dapat mengamalkannya secara
istiqomah. Jangan kita sampai kecewa kalau orang tidak tertaskil oleh dakwah
kita, karena hidayah itu ditangan Allah bukan ditangan kita. Bahkan nabi
sekalipun tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang dia cintai. Jadi kita
keluar ini tujuannya untuk diri kita sendiri bukan untuk orang lain, yaitu agar
kita bisa dapat fikir dan risau Nabi SAW. Jangan kita lari dari masalah dan
kesulitan, karena mujahaddah kita dalam menghadapi kesulitan atau masalah ini
dapat menjadi sarana tarbiyah, pelajaran, bagi kita untuk dapat membentuk sifat
sahabat dalam diri kita dan agar kita bisa mendapatkan pengalaman Iman. Apa itu
pengalaman Iman yaitu pengalaman dimana kita bisa merasakan kebesaran Allah dan
pertolongan Allah atas diri kita dalam menghadapi masalah.
Kita keluar dijalan Allah ini bukan karena
mendapatkan cuti, atau dapat izin keluarga, atau kerjaan yang sudah rampung,
kalau karena ini berarti kita syirik kepada Allah. Dapat keluar karena kemudahan
dari Mahluk, jika ditolak oleh mahluk kita tidak mau keluar di jalan Allah, ini
syirik namanya, takut keluar karena mahluk. Siapa itu mahluk ? selain Allah
adalah mahluk. Jadi jangan sampai kita takut kepada selain Allah. Jika kita
tidak takut kepada Allah maka Allah akan buat hidup kita takut pada segala
sesuatu seperti takut miskin, takut dimarahin, takut dimusuhin, takut dipecat,
takut sama istri, dan lain-lain. Penting kita luruskan niat lagi untuk apa kita
keluar di jalan Allah. Karena Amal ini tergantung dari apa yang di niatkan. Di
jaman Sahabat ada seorang pemuda berperang dengan gagah berani lalu mati di
medan pertempuran, tetapi apa kata nabi bahwa pemuda itu penghuni Neraka. Ini
dikarenakan pemuda itu berperang bukan karena Allah tetapi karena dia ingin
mengangkat nama kaumnya. Begitu juga ketika Nabi SAW hijrah ke madinah ada
seorang pemuda ikut hijrah tetapi Nabi SAW menyayangkan hijrahnya pemuda itu.
Ini disebabkan pemuda itu hijrah karena wanita yang dicintai bukan karena Allah.
Sehingga ketika dia mendapatkan apa yang dia inginkan, Allah tidak beri dia
pahala hijrah karena agama.
Kita keluar di jalan Allah bisa kapan saja
dikarenakan rasa takut kita pada Allah bukan karena yang lain-lain. Cara
mengikis sifat syirik ini yaitu dengan pergi di jalan Allah, semata-mata karena
Allah, dengan meninggalkan perkara yang kita cintai : dari anak, istri, rumah,
harta, perdagangan, dan lain-lain. Nabi SAW bersabda mahfum, “Tidak sempurna
Iman kamu sebelum kamu mencintai Allah dan Rasulnya melebihi cinta kamu terhadap
apa-apa yang kamu cintai seperti : anak, istri, harta, rumah, perdagangan,
bahkan diri kamu sendiri.” Jadi sebenarnya ketika kita keluar di jalan Allah
yang paling banyak berkorban ini adalah keluarga kita sendiri. Bagaimana kondisi
mereka ketika kita tinggalkan itulah tanggung jawab kita. Jika kita keluar ini
tidak tertib maka kita dzolim terhadap keluarga kita. Kita dzolim kepada
keluarga kita karena kita telah menyia-nyiakan pengorbanan mereka dan waktu
mereka. Tetapi jika kita keluar dengan tertib dan Allah telah jadikan kita asbab
hidayah maka ini manfaatnya adalah untuk keluarga kita. Disini Yakin kita dan
Yakin keluarga kitapun akan terperbaiki. Segala pahala yang kita dapat dari
Keluar di jalan Allah akan mengalir juga kepada keluarga kita. Tetapi jika kita
tidak bisa mengambil manfaat ketika kita keluar di jalan Allah dan tidak tertib,
maka keluarga kitapun tidak akan mendapatkan manfaat apa-apa. Sedangkan Jika
kita tidak keluar maka yakin keluarga kita masih bergantung pada mahluk yaitu
kita sebagai kepala keluarga. Jika keluarga kita meninggal dalam keyakinan
seperti ini berarti resikonya kita telah membiarkan keluarga kita mati dalam
keadaan syirik kepada Allah. Atas perkara ini penting kita dakwahkan perkara
Iman kepada keluarga kita dan libatkan mereka dalam kerja agama sehingga mereka
bisa terperbaiki imannya seperti kita dan bisa merasakan pentingnya berkorban
untuk agama. Dengan ini maka Iman keluarga kita akan terperbaiki dan terjaga.
Hari ini mengapa umat lemah Iman dan tidak faham agama, ini dikarenakan umat
saat ini tidak dilibatkan dalam pengorbanan atas Agama. Dahulu sahabat untuk
bisa kuat Imannya dan faham atas agama yang Nabi SAW bawa, ini dikarenakan nabi
SAW mengikut sertakan para sahabat dalam perjuangan agama.
Nabi SAW sudah memberikan kita warning,
peringatan, kepada kita dalam mahfum hadits dikatakan nanti di akhir zaman jika
kita tidak buat dakwah, maka nanti diakhir jaman akan terjadi :
- Tidak tertinggal dari Islam melainkan hanya sekedar nama saja
Hari di KTP orang Indonesia banyak yang
menyatakan agamanya Islam tetapi kelakuan dan kehidupannya jauh dari yang
dicontohkan Nabi SAW
- Tidak tertinggal dari Al Qur’an hanya sekedar tulisannya saja
- Hari ini berapa banyak mesjid yang ramai dari ukiran-ukiran kaligrafi Al Qur’an tetapi kosong dari amal agama mesjidnya.
Tidak tertinggal dari mesjid melainkan hanya
bangunan-bangunan megah saja
Hari ini orang berlomba-lomba membangun mesjid
tetapi tidak memikirkan bagaimana memakmurkannya, sehingga mesjidnya kosong dari
jemaah.
Hari ini mesjid banyak dimana-mana tetapi
kosong dari amal agama. Di Kordova, Spanyol, Mesjid Kordova pernah menjadi pusat
perkembangan Islam di dunia, namun kini telah menjadi pusat pariwisata, bahkan
didalamnya terdapat gereja. Ini asbab ditinggalkannya Dakwah sehinggah fungsi
mesjid telah hilang dan orang tidak ada lagi yang peduli dengan mesjid. Di
Indonesia saja ada ± 300.000 mesjid, dan di jakarta berapa banyak mejid mewah
dan megah. Namun berapa banyak mesjid yang 5 waktu orang ramai sholat berjamaah.
Dan berapa banyak yang sudah makmur hidup dengan Amalan mesjid Nabawi ? Hari ini
orang ke mesjid bukan bertambah keimanannya, tetapi malah makin rusak seperti
dipakai untuk berbisnis, membicarakan aib orang lain, dipakai sebagai sarana
untuk politik, hujat menghujat orang lain. Hari ini di Mesjid bukan terlihat
suasana akherat tetapi malah suasana maksiat kepada Allah seperti wanita yang
memakai pakaian yang terlihat auratnya. Padahal di jaman Nabi, ketika orang
kafir masuk mesjid ke mesjid Nabi, setelah keluar telah bisa menjadi orang
beriman. Di zaman Nabi SAW setiap ada masalah bisa langsung ke mesjid, lalu
pulang-pulang masalah bisa terselesaikan dan hati bisa tenang. Beda kita hari
ini, orang kafir ke mesjid malah dipakai foto-foto untuk pariwisata, dan ketika
orang Islam ke mesjid bukannya hilang masalah malah tambah masalah, seperti
ditagih sumbanganlah, musti berpihak pada siapalah dan lain-lain. Mengapa hari
ini kita lihat orang ke mesjid buat melaksanakan ibadah tetapi ketika keluar
dari mesjid masih terus bermaksiat dan tidak berhenti dari berbuat dosa. Padahal
Mesjid ini Allah perintahkan dibangun atas dasar Taqwa, Takut kepada Allah.
Tetapi mengapa ketaqwaan kita tidak bertambah ketika kita masuk ke mesjid. Ini
dikarenakan mesjid tersebut tidak mempunyai ruh. Apa itu ruh dari mesjid yaitu
amal-amal agama, dan inilah yang dibentuk oleh Nabi SAW dimesjid Nabawi yaitu
membuat Amal Mesjid. Apa itu Amal Mesjid Nabawi yaitu Dakwah, Taklim, Dzikir
Ibadah, dan Khidmat. Sehingga orang yang tadinya kafir masuk ke mesjid nabawi
keluar-keluar sudah masuk Islam. Ini dikarenakan di mesjid hidup amal-amal
agama. Nabi SAW itu sendiri adalah Ketua Mesjid pertama, Takmir Mejid Awallun,
yang kerjanya memikirkan bagaimana Mesjid Nabawi ini dan mesjid-mesjid kecil
disekitarnya bisa makmur. Caranya adalah dengan mengirimkan rombongan Dakwah dan
menerima rombongan orang-orang yang mau belajar agama. Inilah fikir Nabi SAW,
bahkan ketika hijrah ke madinah yang Nabi SAW fikirkan pertama kali bukannya
tempat tinggal untuk dirinya, dimana keluarga dia tinggal, tetapi bagaimana
mesjid dapat berdiri. Di sekitar Madinah ini ada mesjid-mesjid kecil dimana Nabi
SAW mengirim rombongan dakwah ke mesjid-mesjid itu dan menerima rombongan atau
perorangan dari mesjid-mesjid itu buat belajar agama kepada beliau
SAW.
Madinah sebelum Islam masuk merupakan kota
yang tidak kalah Jahilnya dari Mekkah. Di Madinah ketika islam belum masuk
terdapat banyak sekali rumah-rumah perjudian, pelacuran, bahkan orang-orangnya
bisa dibilang Jahil dan Barbar. Namun asbab dihidupkannya Dakwah dari Mesjid
Madinah oleh Nabi SAW, ini seperti cahaya yang menerangi kegelapan. Jadi
bagaimana kita bisa menghilangkan kegelapan, maka perlu kita hadirkan amalan
nuraniat, atau amalan yang dapat menghadirkan nur cahaya dari Allah. Jika cahaya
masuk kegelapan pasti hilang. Sehingga lambat laun rumah-rumah yang mempunyai
bendera putih atau lambang kemaksiatan ketika itu perlahan-lahan lenyap dari
kota madinah asbab dakwahnya Nabi SAW dan para Sahabat RA. Lalu penduduknya
menjadi orang-orang yang Allah muliakan dan kotanya diberi gelar Al Munawaroh
yaitu tempat terpancarnya Cahaya atau Hidayah. Begitu juga kalau kita sering ke
mesjid, maka sepulangnya kita dari mesjid, kita akan menjadi sarana untuk
menghantarkan nur rahmat dan hidayah Allah kepada rumah-rumah kita. Mesjid ini
adalah pusat turunnya rahmat dan nur hidayah Allah. Jadi Mesjid ini adalah
generatornya Nur Hidayah dan kita adalah kendaraannya untuk menyebar Nur Hidayah
tersebut. Jika generatornya mati, maka matilah sarana penyebar rahmat dan
hidayah.
Jadi mesjid ini adalah jantung dari suatu kota
atau desa atau daerah. Jika mesjidnya baik dalam artian hidup amal-amal agama
seperti amal mesjid Nabawi, maka baiklah daerah itu. Tetapi jika mesjidnya mati
berarti matilah daerah itu, maksudnya daerahnya gersang amal dan banyak
permusuhan atau masalah. Mesjid yang hidup dengan amal agama dan ramai
jemaahnya, maka daerahnya akan makmur, seperti hidup sillaturhami, ukhwah yang
baik, rukun, tentram, dan damai. Setiap ada masalah maka dapat diselesaikan oleh
jemaah mesjid itu. Tetapi daerah yang mesjidnya mati dari amal agama dan sepi
dari jemaah, maka daerahnya akan timbul banyak masalah seperti permusuhan antar
tetangga, ketidak pedulian sosial, kejahatan akan berkembang, perjudian,
permabukan, dan perzinaan akan tersebar di daerah itu. Dan ini adalah suatu
kenyataan yang terjadi dibanyak daerah. Jika yang haq tidak ditegakkan dan
disebar, maka yang bathil akan masuk dan tersebar. Jika tidak ada dakwah atas
yang haq maka dakwah atas yang bathil akan masuk.
Penting saat ini kita fikirkan bagaimana
mesjid-mesjid yang ada ini dapat makmur dengan amal agama. Allah perintahkan
pada kita di dalam Al Qur’an
untuk memakmurkan mesjid-mesjid Allah bukan hanya satu tetapi setiap orang
memakmurkan banyak mesjid. “Innama ya’muru masajidallahu man amanna billahi wal yaumil akhir…” (9:17).
Dari mesjid ini kebaikan akan tersebar. Hidupkan dakwah dari mesjid maka nanti
Allah akan perbaiki keadaan umat. Jika setiap dari kita ini sungguh-sungguh
dalam dakwah maka nanti Allah akan perbaiki amal-amal kita. “Wahai orang-orang
yang beriman takutlah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar
(qoulan sadida), niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amal-amalmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu...”(33 : 70-71). Apa itu perkataan yang benar atau
Qoulan Sadida yaitu mengajak orang kepada Allah. “Siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang mengajak untuk taat kepada Allah (dakwah waman
ahsanu qoulan mimman da’a
Illallah)” (41 : 33).
Jadi kita ajak orang kepada Allah bukan kepada
figur, kepada organisasi, kepada partai, kepada harta benda, tetapi hanya kepada
Allah. Sedangkan segala sesuatu selain Allah ini adalah dunia atau mahluk. Hari
ini orang saling ajak mengajak kepada golongannya, ini malah akan memecah belah
islam. Seperti firqoh-firqoh atau aliran-aliran yang ada, mereka mengajak orang
kepada golongannya masing-masing. Apa yang mereka lakukan adalah membenarkan
firqoh mereka dan menyalahkan yang lain sehingga terpecah belah semuanya. Jika
ummat sudah terpecah belah maka pertolongan Allah tidak akan turun, dan jika
umat sudah saling menghujat maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah. Pada
hakekatnya, yang benar itu hanya Rasullullah SAW dan sahabatnya saja, itulah
yang seharusnya jadi acuan kita, bukan alirannya. Kalau ditanya siapa yang
paling benar, jawab saja yang paling benar itu adalah Nabi SAW dan sahabat RA,
cukup itu saja. Kita ikuti saja Nabi SAW dan para Sahabat RA, yaitu mereka yang
sudah jelas-jelas ada jaminannya dari Allah. Bukan aliran kita, atau aliran
saya, atau guru saya, atau pendapat saya yang bener, tetapi yang bener itu hanya
Nabi SAW dan para sahabatnya.
Pernah dalam suatu riwayat tentang 2 pimpinan
Islam terbesar di Indonesia yaitu Buya Hamka dari Muhammadiyah dan KH. Idham
Khalid dari Nahdlatul Ulama pergi Haji bersama. Ketika sholat subuh hari pertama
maka KH Idham Khalid memimpin sholat subuh berjamaah sebagai Imam. Ketika itu KH
Idham Khalid menyadari dibelakangnya ada Buya Hamka dari Muhammadiyah yang
menganut faham sholat subuh tanpa Qunut. Walaupun KH Idham Khalid adalah dari NU
yang menganut Qunut ketika subuh, tetapi ketika itu malah melakukan sholat subuh
tanpa Qunut seperti Muhammadiyah. Hari esoknya, ketika Buya Hamka menjadi Imam
Subuh, beliau menyadari dibelakangnya ada KH Idham Khalid dari NU yang memakai
Qunut ketika subuh, maka ketika itu beliau memilih melakukan Subuh tidak seperti
biasanya ala muhammadiyah tetapi ala NU yaitu dengan menggunakan Qunut. Inilah
toleransi dan akhlaq yang baik yang dicontohkan oleh 2 ulama besar dalam
menghadapi perbedaan. Bukannya kita malah saling menyalahkan atau saling
menghujat dengan keyakinan, “saya yang paling benar”. Kebenaran itu pada
hakekatnya hanya Allah yang tau, dan siapa yang paling benar yaitu Nabi SAW dan
para sahabatnya RA. Selama dia mengakui Allah dan Rasulnya maka mereka saudara
kita. Jangan kita pernah merasa menjadi yang paling baik dan paling benar karena
ini sifatnya setan. Posisikan diri kita sebagai orang yang ingin menambah
ilmunya, dengan demikian kita akan siap menerima perbedaan. Inilah maksud dari
hadits Nabi SAW bahwa perbedaan diantara umatku ini adalah Rahmat. Sedangkan
yang bukan rahmat dan mendatangkan Laknat adalah jika perbedaan menjadi
perpecahan dan permusuhan.
Jangan mau kita diadu domba dan di
iming-imingi kekuasaan apalagi membawa umat kepada partai politik yang saling
berebut kekuasaan. Dalam mahfum hadits dikatakan “Apabila umatku sudah
mengagungkan dunia maka hancurlah kehebatan islam, jika umatku sudah
meninggalkan amar ma’ruf
nahi mungkar maka hilanglah darinya keberkahan wahyu, dan apabila umatku saling
menghujat (bermusuhan) maka jatuhlah dia dari pandangan Allah.” Inilah yang akan
terjadi jika kita umat islam sudah mengagungkan dunia, meninggalkan dakwah, dan
saling menjatuhkan. Kita hari ini setiap orang pingin duduk di kekuasaan, saling
menjatuhkan, dan saling memperebutkan kedudukan. Padahal dahulu antara Abu Bakar
RA dan Umar RA saling sodor menyodorkan kekuasaan dan saling memuji kelebihan
masing-masing ketika di tawari kekuasaan. Ali RA ketika hendak diangkat menjadi
khalifah harus dipaksa-paksa dulu, baru dengan terpaksa menerima Amanah
tersebut. Itupun dengan rasa khawatir dan takut kepada Allah yang sangat tinggi,
takut dia salah dalam menjalankan amanah Allah sebagai khalifah. Inilah yang
dilakukan sahabat dalam perkara kekuasaan bukan seperti kita malah diperebutkan
dan saling menjatuhkan. Hari ini orang sukanya menyalahkan pemimpin yang buruk
padahal menurut mahfum hadits pemimpin yang buruk datang asbab bangsa atau umat
yang buruk juga. Mengapa umat atau bangsa menjadi buruk keadaan dan moralnya,
ini tolak ukurnya adalah kondisi agamanya. Seperti kalau sekumpulan pemabuk
berkumpul untuk memilih pemimpin, maka yang akan terpilih pasti modelnya dari
kalangan pemabuk-pemabuk juga. Jika suatu umat durhaka kepada Allah atau buruk
agamanya maka Allah akan angkat dari mereka pemimpin yang buruk juga. Beda
dengan musyawarah di mesjid yang diadakan oleh orang-orang yang taat dan sholeh.
Maka yang terpilih sesuai dengan keadaan umatnya di mesjid itu yaitu mereka akan
terpilih dari orang-orang yang taat dan sholeh juga. Hari ini kalau kita mau
mendapat pemimpin yang baik maka kita mulai dari menggarap umat terlebih dahulu.
Dari umat yang baik maka akan keluar pemimpin yang baik. Caranya bagaimana yaitu
dengan hidupkan dakwah, sebarkan yang haq. Jika yang haq sudah masuk berarti
yang bathil pasti lenyap.
Jangan kita menjadi orang-orang yang merusak,
karena Nabi SAW tidak pernah mencontohkan kepada kita untuk merusak walaupun itu
dalam keadaan berperang. Tidak pernah nabi SAW dalam keadaan berperang merusak
tempat-tampat peribadatan atau gereja, rumah penduduk, atau mengganggu wanita,
orang tua, dan anak kecil. Di Madinah pun ketika hijrah tidak pernah nabi SAW
memerintahkan sahabat untuk menghancurkan tempat-tempat maksiat seperti rumah
pelacuran, rumah perjudian, tetapi hidupkan dakwah dan libatkan umat dalam
pergerakan Agama. Nanti Allah perbaiki keadaan yang rusak menjadi keadaan yang
baldatun, thoyibatun, warrabbun ghaffur (damai, aman, dan sejahtera). Asbab
hidupnya dakwah di madinah tempat maksiatpun hilang dan madinah menjadi tempat
terpancarnya agama dan kebaikan. Dari segi ekonomi, hubungan sosial,
kesejahteraan, semuanya mengalami peningkatan asbab wujudnya agama melalui
dakwahnya para sahabat RA. Hanya dengan agama semua masalah yang ada dapat
terselesaikan dan terpecahkan. Begitu juga dengan bangsa ini yang ditimpa banyak
masalah, jika kita masih juga tidak mau menggunakan agama sebagai solusi maka
masalah kita tidak akan pernah selesai.
Hari ini orang-orang bisanya hanya menyalahkan
orang-orang yang terlibat dalam Usaha Dakwah wa Tabligh. Orang bilang banyak
orang yang ikut dakwah wa tabligh ini bisa jatuh miskin dan ada yang bangkrut.
Disini mereka malah menyalahkan kegiatan dakwah wa Tabligh ini sebagai asbab
kesulitan dan masalah. Padahal jika diambil statistik orang-orang yang bangkrut,
berapa banyak orang bangkrut di data statistik itu, lalu ada tidak mereka
terlibat dalam dakwah. Kenyataannya kebanyakan orang bangkrut bukan karena
dakwah tetapi karena kebodohannya sendiri. Ada istri jadi sakit gara-gara
suaminya menjadi da’i,
padahal sekarang berapa banyak istri-istri orang dirumah sakit yang tergeletak
disana, apakah suami mereka karkun atau da’i. Jadi tidak ada hubungan antara kerja
agama dengan masalah kita. Kita dapat masalah karena meninggalkan kerja agama
bukannya karena ada dalam kerja agama.
Ciri-ciri orang yang mengamalkan agama dengan
benar adalah mereka yang Taqwanya kepada Allah meningkat dan Akhlaqnya menjadi
baik. Apa ciri-ciri orang yang rasa takutnya, Taqwanya, kepada Allah meningkat
yaitu mereka yang Amalnya bertambah atau meningkat. Jadi orang yang belajar
agama tetapi akhlaqnya makin buruk dan amalnya tidak ada peningkatan maka apa
yang dipelajarinya ini perlu dipertanyakan. Nabi itu dibenci bukan karena
akhlaqnya tetapi apa yang didakwahkan oleh Nabi SAW. Hari ini kita dibenci bukan
karena apa yang kita dakwahkan tetapi karena akhlaq kita. Begitu juga sahabat
mengaji, belajar, dengan Nabi SAW, setiap pulang pengajian pasti ada peningkatan
dalam amal. Ini dikarenakan setiap mereka belajar satu ilmu, langsung diamalkan
dan disampaikan kepada yang lain. Ciri-ciri orang bertaqwa yang lainnya adalah
ketika dalam belajar selalu menanyakan apa amal yang terbaik atau amal yang
dicintai Allah. Sahabat itu kalau bertanya kepada Nabi SAW selalu minta yang
terbaik atau yang terhebat, atau yang tertinggi nilainya disisi Allah. Sahabat
selalu ingin menjadi yang terbaik, the best one. Beda dengan kita, malah suka
nanya mana amal yang termudah, mana amal yang paling ringan, mana amal yang
paling gampang, selalu ingin yang mudah dan yang rendah nilainya. Ini
dikarenakan kita ingin nafsu kita terpenuhi sehingga kita melalaikan amal yang
terbaik dan memilih amal yang rendah, sekedar menggugurkan kewajiban
saja.
Hari ini banyak kegiatan yang ingin memberikan
contoh yang baik tetapi masalahnya perkara yang baik ini belum tentu bener.
Seperti di TV ada seorang ustadz yang dengan bangga menganjurkan pemirsanya
untuk sholat berjamaah dengan istri dan anaknya dirumah. Masalahnya cara seperti
ini ikut nabi yang mana ? Rasullullah SAW tidak pernah mencontohkan kepada kita
untuk sholat wajib berjamaah bersama anak dan istri dirumah. Nabi SAW bahkan
dalam keadaan sakitpun minta dipapah untuk menghadiri sholat berjamaah ke mesjid
menjelang beliau wafat. Buya Hamka pernah berkata jika kalian ingin melihat
orang islam maka lihatlah ketika hari Raya Idul Fitri, itulah orang Islam.
Tetapi jika mau melihat orang beriman maka datanglah ke mesjid ketika sholat
subuh, itulah yang namanya orang beriman. Untuk perkara ini penting kita buat
usaha atas Iman.