Allah SWT ciptakan dunia, langit, bumi yang
luas, hutan-hutan, lautan yang luas, gunung-gunung, sawah dan lading adalah
untuk manusia, tapi manusia diciptakan untuk taat kepada Allah dan RasulNya.
Manusia saat ini tidak taat kepada Allah karena lemah Iman. Rasul sabdakan bahwa
iman ini bisa naik dan turun bahkan keluar masuk, (naudzubillah) apabila ketika
iman kita keluar kita mati.
Kenapa hari ini seperti ini karena kita belum
paham nilai-nilai usaha nubuwwah, seperti anak kecil yang diberikan antara
coklat dan cek 1 trilin maka akan memilih coklat. Diri kita ini seperti itu
juga, yang masih suka dengan bungkus coklat dari pada cek 1 triliun. Oleh karena
itu kita saat ini susah mengambil takazah.
Karena kita salah meletakkan iman. Zainal
Abidin dari Pakistan katakan misal kita punya senjata dan 50 peluru, kemudian
ada kucing lewat, lalu kita lemparkan 5 peluru kea rah kucing maka kucing itu
pun tidak akan mati, tapi apabila 1 peluru kita masukkan senjata lalu
ditembakkan jangankan kucing gajah pun akan mati. Begitu pula kalo kita salah
meletakkan iman, kita tidak akan dapat menaati Allah SWT.”
Iman letaknya tidak di mata, tidak di lidah,
ataupun di otak. Tapi di hati, walaupun iman diseminarkan atau diiklankan tetapi
belum diletakkan di dalam hati maka belum dapat membuat taat kepada
Allah.
Abu Darda r.hu diberitahu di kampunya ada
kebakaran, maka Abu Darda r.hu katakan rumahku tidak akan kebakaran, maka datang
lagi orang mengingatkannya bahwa sebentar lagi api ke rumahnya tapi beliau
katakan sama bahwa rumahnya tidak akan terbakar, begitu sampai ada 3 x yang
memberitahunya tapi jawab beliau sama juga bahwa rumahku tidak akan kebakaran.
Lalu ada orang yang kabarkan bahwa api padam ketika akan mendekati rumah Abu
Darda r.hu. Abu Darda r.hu katakan kalian hanya melihat dzahirnya saja sedangkan
aku melihat bahwa Rasul telah ajarkan do’a yang apabila saya ‘amalkan pagi petang maka semua harta benda akan dijaga oleh Allah
SWT.
Manusia dapat mencapai derajat lebih tinggi
dari malaikat dan dapat rendah daripada binatang contoh kawin sesama jenis,
membunuh anak sendiri.
Penyelesaiannya hanya dengan da’wah Rasulullah SAW.
Masyaikh katakan keadaan umat di jaman Nabi
yaitu di Makkah :
- Kelompok muslim : pakaian muslim , pikir akhirat
- Kelompok kafir : pakaian kafir , pikir dunia
Ketika di Madinah tambah 1 kelompok
- Kelompok Munafik : pakaian muslim, pikir dunia.
Cara da’wah kita harus sesuai dengan cara da’wah Rasulullah SAW yaitu dengan cara
yang sama kepada siapa saja, hanya membawa kalimat Laa ilaahaillallaah
Muhammadurrasulullah seperti turunnya hujan yang airnya warnanya sama, kadarnya
sama dan bermanfaat untuk semua tumbuhan, tidak untuk jagung nanti airnya warna
kuning, untuk pisang airnya warnanya hijau, begitu juga da’wah kita hanya membawa Laa
ilaahaillallaah Muhammadurrasulullah dan manfaatnya untuk semua jenis manusia,
kepada tukang becak, petani, pedagang, pejabat, direktur maupun presiden
semuanya sama.
Maksud hidup kita bagaimana
- Iman sempurna
- Ibadah sempurna
- Muamalah sempurna
- Muasyarah sempurna
- Akhlak sempurna
Apabila 5 ini ada dalam diri kita maka akan
masuk surga dengan tersenyum.
(Pesan Maulana Yusuf dalam sebuah surat yang
akan dikirim kepada sebuah jamaah yang akan keluar di Jalan Allah, namun ketika
itu beliau terlanjur wafat dan surat itu tersimpan dalam waktu lama, maka
Maulana sa’ad yang menemukan
surat itu kemudian menyampaikannya :
“Dalam keluar di jalan Allah hendaknya ada 7
sifat yang harus dibawa yang akan menjadi asbab hidayah untuk seluruh umat
:
- Kit a keluar di jalan Allah dengan iman dan yakin
- Kit a keluar di jalan Allah dengan perasaan takut kepada Allah
- Kita keluar di jalan Allah dengan penuh tawajjuh kepada Allah
- Kita keluar di jalan Allah dengan perasaan cinta kepada Allah (melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya)
- Kita keluar di jalan Allah dengan perasaan risau ( bagaimana nanti setelah mati, bisa nggak jawab pertanyaan kubur, bagaimana keadaan di alam mahsyar, jembatan shirot dll)
- Kita keluar di jalan Allah dengan ikut sunnah Rasulullah SAW 24 jam full
- Kita keluar di jalan Allah semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT. “)
Da’wah kita jangan hanya dengan karkun saja, tetapi kepada setiap
umat.
Usaha Da’wah ini telah dicontohkan oleh Masyaikh
bagaimana pernah Prof. Dr Abdurrahman yang ketika itu keluar di daerah kami
(mubayin) di Jakarta. Maka ketika itu pukul 21.30, Prof. Dr Abdurrahman meminta
kami(mubayin dan salah seorang temannya) untuk menemani beliau berkeliling di
sekitar masjid. Maka tak lama kemudian kami menjumpai sekumpulan anak-anak
sedang begadang dan bermain gitar dan ternyata mereka adalah pelajar SMP. Maka
di datangi oleh kami bertiga, dan mengucapkan salam kepada mereka. Setelah
berkenalan maka Prof pun berbicara sesuai dengan keadaan mereka yang pelajar,
bagaimana belajar yang baik, memberikan beberapa ilmu tentang fisika, dll,
sehingga mereka pun mendengarkan dengan senang. Maka Prof bertanya kepada
mereka, “ Apakah kalian tidak ingin menyenangkan hati orang tua kalian ?” jawab
mereka,” iya, kami ingin menyenangkan hati orang tua kami.”, lanjut beliau ,”
kalau begitu ikut kami ke masjid untuk makan.”, jawab mereka , “ benar kami
boleh makan sama-sama.” Jawab beliau lagi ,” iya semuanya boleh ikut.” Maka
mereka semua ikut ke Masjid, sesampai di Masjid, Prof sendiri yang menyiapkan
makanan dan mengambilkan minuman. Maka setelah selesai makan, Prof kembali
berkata, “ kalian sekarang udah menyenangkan orang tua, bagaimana mau
menyenangkan orang tua lagi nggak ?” jawab mereka, “ iya tentu saja”, lalu Prof
bertanya ,” kalian sudah sholat Isya’ ?”, jawab mereka belum , lalu Prof katakan ,” sekarang senangkan
hati orang tua kalian dengan mendirikan sholat isya’ berjamaah.” Dan mereka pun mau
mendirikan sholat , Ketika itu mereka ada yang berpakaian celana pendek dan Prof
pun mengeluarkan sarungnya sendiri untuk diberikan kepada anak yang bercelana
pendek. Ditanyakan kepada mereka siapa yang bacaan Alqurannya bagus, lalu mereka
menunjuk salah satu anak yang akhirnya dijadikan imam dan mulai melakukan sholat
berjamaah.
Kita juga kerja atas orang-orang lama atau
yang pernah lama dalam usaha da’wah ini kemudian tidak bergerak lagi, ibaratnya seperti roti yang
belum matang masih bantat, dibuang sayang, dimakan tidak enak, dan kalau dia
kita biarkan maka dapat lebih rusak sebelum ikut dalam usaha ini.
Kerja atas ulama yang perlu dikerjakan
:
- Jangan dalil di depan ulama
- Jangan targhib
- Jangan tasykil untuk keluar
Yang dianjurkan
- Bawa hadiah
- Minta nasehat
- Minta do’a
Bagaimana dengan yang menentang?
Maulana Sa’ad ketika di Makkah duduk dalam sebuah
pengajian manasik Haji, dan beliau tepat di depan di hadapan ulama yang
berceramah, setelah selesai menyampaikan pengajian tentang haji,
ulama’ itu mulai
menjelek-jelekkan Maulana Ilyas dan usaha da’wah ini, namun Maulana Sa’ad tetap memperhatikan dengan penuh
perhatian tanpa berubah raut wajahnya. Selesai majelis Maulana Sa’ad yang ketika itu dengan 2 temannya pun
ingin pulang, namun ada khodim (pelayan) ustadz penceramah melihat mereka, dan
menduga sepertinya bukan orang Arab, lalu Maulana Sa’ad dan temannya didatangi. Ketika itu
Maulana Sa’ad berada di
depan dan 2 temannya berada di belakang. Khodim itu bertanya kalian darimana,
jawab temannya Maulana Sa’ad, “ kami dari India.”, maka terkejut khodim tersebut lalu
bertanya, “kalian kenal dengan Maulana Ilyas.” Lalu dijawab oleh temannya, “ iya
dan beliau adalah cucu Maulana Ilyas(dengan menunjuk Maulana Sa’ad).”, khodim itu pun terkejut lagi dan
mendatangi Maulana Sa’ad,
lalu bertanya, “ Tuan, tuan tadi dengar apa yang dibicarakan ustadz.” Jawab
Maulana Sa’ad,” Iya, mulai
dari awal hingga akhir aku dengar semua, Masya Allah belum pernah saya dengar
pengajian tentang manasik Haji selengkap itu.” (Maulana Sa’ad tidak menyinggung satu hal tentang
Maulana Ilyas dan usaha Da’wah), maka khodim itu pun bercerita kepada Ustadz tersebut tentang
hal ini. Keesokan harinya ada pengajian ustadz tersebut lagi namun kali ini
Maulana Sa’ad agak terlambat
sehingga duduknya di beberapa shof (5 shof), ketika Maulana Sa’ad datang maka Ustadz tadi langsung
mendatangi Maulana Sa’ad dan
menjabat tangannya dan meminta maaf, setelah itu ustadz tadi kembali ke
tempatnya untuk menyampaikan pengajiannya dan selesai pengajian tidak lagi
menjelekkan Maulana Ilyas dan usaha da’wah ini.
Maka inilah pentingnya kelembutan kita bawa
dalam usaha da’wah
ini.