Kesalahpahaman manusia diibaratkan seorang
bayi yang ada dalam rahim ibu. Jika ia boleh meminta, ia akan meminta kepada
Allah untuk diberikan plasenta/tali an-an yang banyak. Karena bayi itu berfikir
untuk apa adanya tangan, kaki yang di dalam rahim itu tak banyak berfungsi.
“Yang aku butuhkan saat mi adalah tall an-an untuk menyuplai/memasok makanan ke
tubuhku!” kata sang bayi. Yang dianggap penting saat bayi di dalam rahim ibu
adalah tali ari-ari.
Pada saat bayi itu lahir ke dunia mi, justru
yang pertama kali dipotong dan tubuh si jabang bayi adalah tali an-an. Tenyata
yang selama mi dianggap sebagai hal yang terpenting bagi kehidupan si bayi
justru harus clipotong. Barulah si bayi menyadani bahwa untuk bekal hidup di
dunia membutuhkan kaki, tangan, mata dan kelengkapan organ tubuh lainnya yang
selama di dalam kandungan tidak banyak berfungsi. Malah kalau seandainya si bayi
itu cacat atau mengalami kekurangan pada anggota tubuhnya akan membuat hidupnya
di dunia terganggu dan menderita. Kalau pun si bayi itu meminta untuk
dikembalikan ke dalam kandungan/rahim ibu tentunya hal mi tidak akan dan sulit
dikabulkan oleh Allah Swt..
Saat di alam rahim (kandungan) Allah Swt.
telah menyempurnakan fisik kita, maka setelah manusia dilahirkan ke dunia mi,
Allah perintahkan untuk menyempurnakan iman dan amal shalih (agama). Jadi dunia
mi bukan ternpat menyempurnakan jasad tetapi dunia sebagai darul imtihan (sarana
latihan) untuk menyempurnakan pelaksanaan amal agama. Tali an-an pada bayi
ibarat dunia dengan kemilaunya (harta, pangkat dan jabatan) sementara kaki,
tangan dan mata bayi saat di alam rahim ibarat amal shalih yang tidak tampak
manfaatnya ketika di dunia. Barulah ketika kita mati, amalan agama (shalat,
dzikir, tilawah Al QurÙ„n, da’wah, shaum, sedekah, jihad dan menuntut ilmu) terasa manfaat dan
kegunaannya. Saat ajal menjemput justru yang diputus dan hidup kita adalah
hubungan dengan harta benda dunia. Oleh karena itu mari kita perbaiki
kesalahpahaman ini!