Untuk menghadapi agresi (serangan) kucing,
sekelompok tikus mengadakan musyawarah. Dimulailah musyawarah itu dengan
dimintakan usulan-usulan dan peserta musyawarah yang hadir. Ada yang mengusulkan
agar kucing itu diberi makanan beracun. Ada yang mengusulkan supaya kucing itu
dikeroyok beramai-ramai. Dan ada yang mengusulkan agar kucing itu digantungi
krincingkrincing (lonceng) di lehernya, agar saat kucing itu datang maka lonceng
yang tergantung di lehernya akan berbunyi dan itulah tanda bagi para tikus untuk
kabur menyelamatkan din. Maka usul ketigalah yang ditenima dan discpakati oleh
semua peserta musyawarah. Setelah semuanya dipersiapkan dengan sempurna, lonceng
sudah dipakaikan tali seukuran kira-kira leher kucing. Ketika itu ada seekor
tikus yang bertanya, “Siapa yang akan memakaikan ionceng mi ke leher kucing??”
Semua tikus yang hadir tersentak kaget. Mereka saling pandang satu sama lain.
Baru terfikir mengenai siapakah yang akan memasangkan lonceng di leher kucing
itu. Semua tikus terdiam tak ada yang sanggup dan berani mengambil resiko
berbahaya mi sebab mereka tahu taruhannya adalah nyawa.
Musyawarah agama hendaknya berkaca pada
musyawarah tikus tersebut. Jangan hanya karena usulannya bagus terus langsung
diterima tanpa mempertimbangkan kemungkmnan pelaksanaannya. Dan usulan yang
diajukan pun haruslah membumi (realistis) dengan tingkat/kapasitas peserta
musyawarah. Pendeknya usulan itu sebaiknya tidak terlalu muluk-muluk sehingga
susah untuk dilaksanakan.