Berda’wah itu harus seperti sedang bermain sepak bola. Kesebelasan sepak
bola itu memiliki peran dan fungsi masing-masing yang saling mendukung satu sama
lain. Bermain sepak bola mencerminkan sebuah jemaah yang satu hati, satu fikir
dan satu kerja. Berfikir bagaimana supaya bisa mencetak gol ke gawang lawan dan
memenangkan pertandingan. Maka semua pemain diarahkan oleh pelatihnya dengan
rancangan metode dan strategi permainan yang paling baik agar bisa memenangkan
pertandingan. Para pemain sepak bola tampak satu kerja. Masing-masing saling
memberi dan bekerja maksimal sesuai fungsinya masing-masing. Di sana ada
pembagian kerja dengan tujuan yang sama. Seorang pemain belakang (back) bekerja
menjaga barisan belakang dari serangan musuh, pemain gelandang bekerja
mengamankan sektor lapangan tengah dan menyuplai bola kepada pemain penyerang
(striker). Penjaga gawang pun bekerja sungguh-sungguh dalam menjaga gawang agar
tidak kemasukan bola.
Hendaknya dalam berda’wah pun demikian. Kita melihat untuk
sepak bola yang hanya main-main saja, orang-orang begitu seriusnya. Padahal
penonton, komentator bahkan wasit sekali pun tidak mendapatkan apa-apa jika
sebuah tim itu menang. Da’wah perlu kesatuan hati, kesatuan fikir dan kesatuan kerja dengan
satu tujuan mencari ridha Allah s.w.t. Jama’ah da’wah yang bergerak dan dikirim ke seluruh
alam memiliki tujuan yang sama, bekerja dengan tuntutan hasil musyawarah dan
atas dasar arahan bukan semangat, bergerak dengan ketaatan pada hasil musyawarah
dan diletakkan dalam kerangka kerja ijtimaiyyat berdasarkan ushul-ushul
da’wah yang telah digariskan
para masyaikh (pelatih). Pembenahan niat untuk perbaikan diri dikedepankan agar
setiap peserta dalam jama’ah
mendapat manfaat dan usaha kenabian ini. Akhirnya kemenangan yang diharapkan
adalah terciptanya gol-gol hidayah untuk manusia di seluruh alam. Bisa
diperhatikan banyak umat mendapat hidayah agama Islam bila agama Islam
dida’wahkan ke mana pun
disampaikan dan disebarkan.