Sebagai seorang pengamat harokah di Indonesia,
saya tertarik dengan ucapan pimpinan Jemaah Tabligh (istilah yang penulis pakai
buat orang yang kerja dakwah di masjid Kebon Jeruk) di Indonesia, ketika seorang
ustadz kritik jemaah tabligh. Beliau (almarhum) katakana : “Jangankan kerja
tabligh, ‘kentut
tabligh’ saja anda tak
paham.”
Setelah saya amati program yang diadakan yakni
khuruj fi sabilillah ternyata kerja tabligh yang mereka buat seperti khazanah
lautan yang tak habis jika digali.
Orang menyangka bahwa karang adalah lautan,
air adalah lautan, ada yang menyatakan juga ikan, rumput laut, pasir, dsb.
Padahal lautan adalah kumpulan dari itu semua secara menyeluruh.
Kebanyakan pencemooh jemaah tabligh hanya
melihat sebagian dari kerja jemaah, sehingga terlihat kekurangan disana sini
seperti anggapan mereka tentang bodohnya ahli jemaah dalam hal masail, hukum
Islam, dsb. Kalaulah kita mau melek sedikit, membuka hati dan mau menerima
kekurangan mereka, maka di balik itu ada suatu kekuatan yang akan menjadi
harapan bagi kejayaan umat Islam.
Mereka tampil di permukaan, berjalan di tengah
manusia dengan segala kekurangan, tetapi hati mereka tawajjuh kepada Allah SWT,
sehingga Allah tampakkan bantuan-Nya ke atas mereka. Banyak negeri yang sudah
didirikan markaz dakwah mereka, tak ada suatu kekuatan pun yang bisa membendung,
mereka laksana air bah.
Islamisasi di segala bidang tak terlihat
tetapi dapat dirasakan oleh umat. Mereka tak suka expose di media masa, hasil
kerja mereka hanya untuk menyenangkan Allah dan Rasul Nya.
Dalam buku ini saya mencoba melepas sedikit
tirai/kedok mereka yang masih tersembunyi di mata orang awam, agar mereka
objektif menilai kelebihan dan kekurangan jemaah tabligh, dan tidak mendengar
dari satu pihak yang memiliki hasad terhadap hasil kerja mereka.
Walaupun saya menyadari tak dapat menjelaskan
itu semua secara gamblang karena perlu keseriusan dalam hal ini, juga penyertaan
diri dalam program khuruj fi sabilillah bersama mereka, namun semoga saja dari
sedikit apa yang saya ketahui ini dapat menjadi jembatan persatuan umat agar
tidak saling mencaci dan mencari-cari kesalahan saudara muslim, sehingga hari
demi hari kita sibuk memikirkan bekal kita untuk berjumpa dengan Allah
SWT.
Dan akhirnya saya pun akui bahwa ‘kentut’ tabligh saja saya tak tahu. Wallahu
a’lam.
Catatan : Dalam buku ini saya gunakan nama
Jemaah Tabligh untuk menyebut orang-orang ahli dakwah karena hal ini sudah
masyhur di kalangan awam.
MISTERI JEMAAH TABLIGH
Tiba-tiba saja dunia heboh ketika menyaksikan
di jalan-jalan, di kantor-kantor, tempat perbelanjaan, di pasar-pasar terlihat
laki-laki berjenggot dan memakai gamis, celana di atas mata kaki berjalan dengan
bebasnya, tak terkesan dengan suasana. Adat memakai kopiah bagi laki-laki dan
bercadar bagi wanita mulai hidup di tengah-tengah masyarakat dan terasa tak tabu
lagi. Ada apa gerangan ?
Pemandangan kontras terjadi di sekitar Masjid
Jami’ Kebin Jeruk yang
menjadi pusat kegiatan seluruh Indonesia bagi satu jemaah yang dinamakan oleh
kebanyakan orang jemaah tabligh. Di tengah hingar-bingarnya kota Jakarta dengan
kehidupan malam yang berbau sex dan kriminal, ada kumpulan orang yang terlihat
bergamis sopan, selalu tundukkan pandangan bahkan tak memandang sedikit pun
kepada wanita-wanita yang lalu lalang dengan pakaian seronok.
Pemuda-pemuda yang biasa menghabiskan masanya
dengan hura-hura terlihat begitu antusias dalam mengamalkan agama, orang kaya
dengan mobil mewah terlihat tawadu’ tak menampakkan kekayaannya. Padahal konon menurut mereka
terkadang yang hadir dalam pertemuan mereka di malam jumat ada pejabat Negara,
namun tidak terlihat perbedaan di antara mereka. Masya Allah…!
ASAL USUL NAMA JEMAAH TABLIGH
Nama Jemaah Tabligh sendiri sampai sekarang
tak ada yang tahu dari mana asalnya. Karena orang tak akan temukan plang-plang
nama di depan markaz mereka sebagaimana layaknya organisasi atau kelompok
seperti secretariat AHMADIYYAH, LDII atau memiliki majalah atau bulletin yang
menjadi Icon harakah seperti Hizbuttahrir, atau majalah Khilafah untuk Jemaah
Khilafatul Muslim, majalah salafi untuk kajian salafi (termasuk assunnah,
arrisalah, dsb) tak ada kop surat yang bersimbol “tabligh”, kaos, spanduk,
selebaran, yang mempropagandakan kelompok. Misalnya bentuk partai.
Dan yang lebih menarik mereka tidak menarik
dana dari manapun, tak ada rekening Bank yang mewakili mereka untuk di transfer
sebagai dana perjuangan harokah lain. Kenyataan yang aneh mereka bisa pergi
melalang buana ke seluruh dunia tanpa terkecuali, orang kaya, orang miskin,
pejabat, petani, tukang somay, dll.
Seorang yang awam dari mereka jika ditanya
tentang dari mana ia dapatkan dana? Mereka selalu katakana dari Allah..! Sumber
dana mereka berasal dari kantong-kantong mereka sendiri karena mereka membuat
tertib “berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri sendiri.”
Sedangkan nama jemaah dinamakan oleh orang
yang tak simpati kepada gerakan mereka bermacam-macam nama yang diberikan kepada
mereka, ada yang menamakan JT (di Jakarta) tetapi di Palu namanya ‘musafir’. Di India dan Pakistan orang cukup
katakan ‘jemaah’ langsung paham kalau itu mereka. Ada
juga yang katakan jemaah jenggot, jemaah sarung, jemaah kompor, jemaah sendalan,
bahkan yang ekstrem mereka katakan jemaah pengangguran karena selalu berada di
Masjid.
Tetapi orang-orang yang menjadi penanggung
jawab jika ditanya tentang nama jemaah mereka, mereka akan cerita tentang syaikh
besar mereka yakni Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Rah.A yang pernah mengatakan
:
“Jika saya disuruh menamakan Jemaah yang saya
buat ini, maka akan saya namakan Jemaah Pergerakan Iman (Harakatul Iman), tetapi
kita tak boleh menambah nama dalam Islam dengan nama.”
Salah seorang ulama mereka Syaikh Maulana
Jamil di dalam ceramahnya mengatakan : “Jangan mengatakan kita orang tabligh
karena perkataan itu memecah belah umat Islam.”
JEMAAH TABLIGH TIDAK MEMILIKI KARTU
KEANGGOTAAN
Jika seseorang diajak oleh mereka untuk keluar
di jalan Allah yang disebut tasykil dalam istilah mereka, maka cukup
mendaftarkan dirinya dengan mencatat nama di tim tasykil yang mereka tunjuk.
Kemudian orang itu akan dimasukkan ke jemaah yang sudah di bentuk sekitar 10
orang atau lebih (jemaah minimal berjumlah 3-4 orang).
Di dalam jemaah ada orang yang sudah lama
aktif dalam tabligh, ada yang baru, ada ustadz, bahkan terkadang Hafidz Al
Quran.
Tidak ada kartu anggota yang diberikan kepada
jemaah, sehingga tidak seperti organisasi yang memiliki kartu
keanggotaan.
Pernah ada seorang yang ikut dengan mereka
namun disebabkan kekecewaan terhadap oknum di dalam tabligh, maka orang itu
katakan : Saya akan keluar dari Jemaah Tabligh. Maka mereka katakan : Bagaimana
anda akan keluar dari Tabligh sedangkan anda tak pernah masuk tabligh, sebab di
Tabligh tak ada keanggotaan.
Mereka beranggapan bahwa Tabligh bukanlah
sebuah Nama Jemaah tetapi Tabligh adalah sebuah kerja yang harus dibuat oleh
seluruh orang Islam tanpa terkecuali. Bahkan diantara mereka berkata : Kami di
Tabligh bukan disuruh masuk tetapi di suruh keluar yakni keluar di jalan
Allah.
AQIDAH JEMAAH TABLIGH
Aqidah Jemaah Tabligh adalah Ahlu Sunnah wal
Jamaah, ini bisa dibuktikan dari ucapan para masyaikh mereka di Pakistan, di
Indonesia bisa langsung ditanyakan kepada Kyai-Kyai yang sudah ambil bagian
dalam kerja Dakwah ini.
Walaupun tidak mempropagandakan Aqidah Ahlu
Sunnah wal Jamaah dengan lafadz, namun bisa dibuktikan sbb:
- Di Pondok Pesantren mereka baik yang di Reiwind Pakistan atau di dalam negeri (Magelan dan Temboro misalnya) dikaji kitab Kutubussittah, artinya bukan seperti orang syiah yang anti Bukhari atau sebagian kelompok lain ‘menuhankan’ Bukhari dan menafikan kitab Hadits yang lain).
- Di dalam kitab yang mereka baca secara Ijtima’I misalnya Fadhilah A’mal mengutip kisah semua sahabat tanpa membedakan.
- Ulama-ulama mereka menulis syarah Kutubussittah seperti Syarah Imam Abu Daud dan Imam Muslim (kitabnya beredar di India). Maulana Zakariya Rah. A menulis syarah Muatho’ yakni kitab Auzajul Masalik.
- Tidak pernah mengatakan Al Quran adalah makhluk seperti kaum Mu’tazilah.
- Tidak ada pengkramatan kubur-kubur seperti Breelwie di India bahkan golongan penyembah kubur membenci mereka (penulis membuktikan sendiri melihat ketidaksukaan Breelwie kepada Jemaah Tabligh). Sementara isu fitnah yang mengatakan orang tabligh tawaf di kubur semuanya tidak betul. Wallahi..!
- Tak ada ajaran mereka tawaf di kubur. Kubur yang mana? Sedangkan di markaz Reiwind tidak ada kuburan satupun di sana. Wallahi!
- Tidak ada amalan dzikir-dzikir khusus atau wasilah terhadapa wali-wali / makhluk untuk sampai kepada Allah. Dapat dibuktikan… datanglah ke markaz mereka tak ada satupun ruangan khusus yang digunakan untuk amalan demikian, dan tak pernah diajarkan mereka bahkan mereka selalu berkata: “Makhluk adalah hijab antara hamba dengan Allah bukan sebagai wasilah”.
Uluhiyyah mereka lurus hanya beribadat kepada
Allah SWT saja bahkan dalam ceramahnya Ulama mereka Syaikh Saad Al Kandahlawi
telah katakan bahwa maksud ruku’ dalam sholat adalah agar kita tak boleh menundukkan kepala kita
kepada selain Allah SWT. Bahkan mereka katakan : Bahwa menundukkan kepala kepada
orang lain adalah hakikat penyembahan.
Di Markaz Reiwind jika kita memberi salam
sambil menunduk maka para ulama di sana akan marah.
Sedangkan Rububiyyah mereka tak bisa diragukan
lagi mereka siap tinggalkan anak isteri karena keyakinan yang kuat bahwa Allah
Ar Raziq (Maha Pemberi Rizqi). Mereka datang ke negeri kafir dengan mengandalkan
kekuatan amal, yakin Allah yang berkuasa sedangkan makhluk tak bisa memberi
manfaat dan mudharat tanpa izin Allah SWT terlihat dari ceramah-ceramah mereka
tentang Qudratullah, Pertolongan Allah kepada para Nabi, shahabat, serta
berbicara tentang ta’rif
iman yang ada dalam Al Quran dan Al Hadits.
Justru orang-orang yang mengkritik aqidah
Jemaah Tabligh ketika mereka diajak / tasykil : Ayo kita keluar di jalan Allah 4
bulan.!! Kebanyakan mereka menjawab. Hah..!! 4 bulan tinggalkan anak isteri, gak
kerja, anak saya makan apa? Ini aqidah rububiyyah apaan???