Nafi' r.a. berkata, "Pada suatu ketika
Abdullah bin Umar r.huma. bersama pelayannya bepergian ke luar kota Madinah.
Pada saat makan, mereka berhenti di suatu tempat untuk makan. Pelayan tersebut
menghamparkan alas makan, kemudian mereka duduk, kemudian mereka makan. Ketika
itu, seorang penggembala kambing yang sedang menggembala lewat di tempat itu dan
mengucapkan salam. Abdullah bin Umar r.huma. pun menawarinya untuk makan
bersama-sama. Ia menjawab, "Aku sedang berpuasa." Abdullah bin Umar r.huma.
berkata, "Bagaimana engkau berpuasa pada siang hari yang sangat terik ini, lagi
pula di tengah sahara. Ia menjawab sambil menyebutkan ayat Al-Qur'an, "Aku ingin
menerima pahala dari hari-hariku yang telah lalu:
"Kepada mereka dikatakan: Makan dan minumlah
dengan lezat, disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah
lalu." (Al-Haaqqah: 24)"
Setelah itu Abdullah bin Umar r.huma. menguji,
"Kami ingin membeli seekor kambing, beritahukanlah kepada kami berapa harganya,
dan terimalah uang dari kami. Kami mau menyembelihnya, dan engkau akan kami beri
dagingnya, sehingga bisa bermanfaat pada waktu berbuka puasa." Ia berkata, "Ini
bukan kambing-kambing saya, saya hanyalah seorang hamba sahaya, ini kambing tuan
saya." Abdullah bin Umar r.huma. berkata, "Tuanmu tidak akan mengetahuinya,
katakan saja bahwa kambing yang tidak ada itu telah dimakan oleh serigala."
Penggembala itu sambil melihat ke arah langit berkata, "Lalu bagaimana dengan
Allah swt. yang menguasai kita setiap saat?"
Abdullah bin Umar r.huma. sangat senang dengan
jawaban penggembala tersebut, dan ia berkata kepada dirinya sendiri berulang
kali dengan penuh kegembiraan perkataan penggembala yang sederhana itu:
"Bagaimana dengan Allah yang menguasai kita setiap saat?"
Setelah peristiwa tersebut, Abdullah bin Umar
r.huma. pulang ke kota dan menjumpai pemilik hamba sahaya berserta
kambing-kambing itu untuk membeli kambing sekaligus hamba sahayanya, dan
memerdekakannya. Kemudian Abdullah bin Umar memberikan kambing-kambing itu
kepada hamba sahaya tersebut. ( Durrul-Mantsur ). Beginilah keadaan para
penggembala pada waktu itu, mereka selalu berpikir bahwa Allah melihat
mereka.