(yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua
orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan
(utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata:` Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang-xx diutus kepadamu `. (QS. Yaasiin 14)
Oleh karena kedua utusan itu tidak berhasil
melaksanakan misinya, dikirim lagi seorang yang bernama Syam'un dengan tugas
yang sama. Risalah yang mereka bawa adalah supaya penduduk Antakiyah itu mau
membersihkan dirinya dari perbuatan syirik, supaya mereka melepaskan (membuang)
segala bentuk sesembahannya, dan kemudian kembali kepada ajaran
tauhid.
15. Mereka menjawab:` Kamu tidak lain hanyalah
manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun,
kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka `.(QS. Yaasiin 15)
Kemudian disebutkan alasan pokok kaumnya tidak
mau beriman kebanyakan orang-orang yang mendustakan ketiga orang utusan itu,
karena mereka berkeyakinan ketiga utusan itu (Yuhana, Bulis dan Syam'un) itu
adalah manusia biasa saja seperti mereka juga, tanpa ada keistimewaan yang
menonjol. Waktu itu (mungkin juga sekarang), seseorang tiada akan dihargai kalau
tidak mempunyai kepandaian atau keahlian yang istimewa luar biasa.
Alasan kedua, karena mereka yakin bahwa Tuhan
Yang Maha Pengasih tidaklah menunaikan risalah ataupun kitab yang berisi wahyu
dan Dia tidak pula memerintahkan untuk beriman dengan ketiga utusan itu. Oleh
karena itu mereka menyimpulkan ketiga utusan itu bohong belaka. Lafal "ma
anzalar rahmanu", menunjukkan bahwa penduduk Antakiyah itu telah lama mengenal
Tuhan, cuma mereka mengingkarinya dan digantinya dengan berhala. Sebab itulah
segala Rasul-rasul mereka tolak.
16. Mereka berkata:` Tuhan kami mengetahui
bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu.(QS. Yaasiin
16)
Pandangan demikian dibantah oleh utusan-utusan
itu. Hanya Allah yang mengetahui bahwa kami ini sungguh-sungguh adalah orang
yang diutus kepada kamu. Bilamana kami bohong azab yang hebatlah yang akan
menimpa kami", jawab mereka dengan tegas. Tugas kami ini akan dibantu oleh
Tuhan, dan pasti akan diketahui kelak siapa yang bersalah dan harus menanggung
resiko atas kesalahan itu. Dalam ayat lain jawaban seperti itu memang bisa
diucapkan oleh seorang Rasul misalnya:
Artinya:
Dan mereka meminta kepadamu supaya segera
diturunkan azab. Kalau tidaklah karena waktu yang telah ditetapkan, benar-benar
telah datang azab kepada mereka dan azab itu benar-benar akan datang kepada
mereka dengan tiba-tiba sedang mereka tidak menyadarinya. (Q.S. Al Ankabut:
53)
17. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah
menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas `.(QS. Yaasiin 17)
Kemudian dijelaskan misi yang mereka bawa,
yakni bahwa Rasul-rasul itu hanyalah sekadar menyampaikan risalah Allah.
Terserahlah pada manusia apakah akan beriman (percaya) kepada risalah tersebut
atau tidak Andai kata mereka beriman, faedah keimanan itu adalah untuk
kebahagiaan mereka jua, di dunia dan di akhirat. Sebaliknya kalau orang-orang
kafir itu tidak mau melaksanakan seruan Rasul-rasul itu toh akibatnya akan
menimpa diri mereka sendiri.
18. Mereka menjawab:` Sesungguhnya kami
bernasib malang karena kamu, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti (menyeru
kami), niscaya kami akan merajam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yang
pedih dari kami `.(QS. Yaasiin 18)
Mereka (penduduk Antakiyah) itu terpojok,
tidak bisa lagi mematahkan alasan-alasan Rasul itu. Sebab itu mereka mengancam
"Kalau kesengsaraan menimpa kami kelak, maka hal ini disebabkan perbuatan ini".
Sebab itu kalau kamu tidak mau menghentikan dakwah yang sia-sia ini, terpaksa
kami harus merajam (melempar) kamu dengan batu atau kami jatuhkan padamu siksaan
yang amat pedih. Ketiga utusan itu menangkis: "Kalau kamu terpaksa mengalami
siksaan kelak itu adalah akibat perbuatanmu sendiri, bukan karena kami. Bukankah
Anda sekalian yang mempersekutukan Allah, mengerjakan pekerjaan maksiat,
melakukan kesalahan-kesalahan? Sedang kami hanya sekadar mengajak kamu untuk
mentauhidkan Allah, mengikhlaskan diri dalam beribadah dan tobat (dari segala
kesalahan) kepada-Nya. Apakah karena kami memperingatkan kamu dengan azab Allah
yang sangat pedih dan mengajak kamu mentauhidkan-Nya, lalu kamu siksa kami?
Itukah balasan yang pantas buat kami? Hal itu menunjukkan bahwa kamulah bangsa
yang melampaui batas (keterlaluan). Keterlaluan dengan cara berpikir dan
menetapkan putusan untuk menyiksa dan merajam kami. Karena kamu menganggap buruk
orang-orang yang semestinya kamu mengambil petunjuk dari padanya, demikian juga
faktor yang membawa kepada kebahagiaan kamu jadikan kecelakaan. Ayat yang serupa
ini mirip pengertiannya dengan ayat:
Artinya:
Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata: "ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka
ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
orang-orang yang besertanya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu adalah
ketetapan dari Allah akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Q.S. Al
A'raf: 131)
19. Utusan-utusan itu berkata:` Kemalangan
kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu
bernasib malang)? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas `.(QS.
Yaasiin 19)
Mereka (penduduk Antakiyah) itu terpojok,
tidak bisa lagi mematahkan alasan-alasan Rasul itu. Sebab itu mereka mengancam
"Kalau kesengsaraan menimpa kami kelak, maka hal ini disebabkan perbuatan ini".
Sebab itu kalau kamu tidak mau menghentikan dakwah yang sia-sia ini, terpaksa
kami harus merajam (melempar) kamu dengan batu atau kami jatuhkan padamu siksaan
yang amat pedih. Ketiga utusan itu menangkis: "Kalau kamu terpaksa mengalami
siksaan kelak itu adalah akibat perbuatanmu sendiri, bukan karena kami. Bukankah
Anda sekalian yang mempersekutukan Allah, mengerjakan pekerjaan maksiat,
melakukan kesalahan-kesalahan? Sedang kami hanya sekadar mengajak kamu untuk
mentauhidkan Allah, mengikhlaskan diri dalam beribadah dan tobat (dari segala
kesalahan) kepada-Nya. Apakah karena kami memperingatkan kamu dengan azab Allah
yang sangat pedih dan mengajak kamu mentauhidkan-Nya, lalu kamu siksa kami?
Itukah balasan yang pantas buat kami? Hal itu menunjukkan bahwa kamulah bangsa
yang melampaui batas (keterlaluan). Keterlaluan dengan cara berpikir dan
menetapkan putusan untuk menyiksa dan merajam kami. Karena kamu menganggap buruk
orang-orang yang semestinya kamu mengambil petunjuk dari padanya, demikian juga
faktor yang membawa kepada kebahagiaan kamu jadikan kecelakaan. Ayat yang serupa
ini mirip pengertiannya dengan ayat:
Artinya:
Kemudian apabila datang kepada mereka
kemakmuran, mereka berkata: "ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka
ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
orang-orang yang besertanya. Ketahuilah sesungguhnya kesialan mereka itu adalah
ketetapan dari Allah akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Q.S. Al
A'raf: 131)
20. Dan datanglah dari ujung kota, seorang
laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata:` Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan
itu,(QS. Yaasiin 20)
Sunatullah berlaku bahwa setiap Rasul yang
bertugas menyampaikan kebenaran bila mereka terdesak pasti akan datang bantuan
Tuhan untuk membelanya. Datanglah seorang laki-laki bernama Habib, sebagaimana
diceritakan di atas. Yang jelas dia ini bukan orang yang berpengaruh ataupun
mempunyai kekuasaan yang menentukan, juga bukan keluarga atau orang yang
berpengaruh terhadap raja negeri itu. Hanya dengan dinamika kekuatan imannya
sajalah dia datang dari pelosok negeri guna membela utusan Nabi Isa dengan
memperingati orang-orang yang hendak menjatuhkan siksaan terhadap para utusan
Nabi Isa, seraya ia menyerukan agar mereka mengikuti Rasul-rasul Tuhan yang
datang hanya menyampaikan petunjuk Allah.
21. ikutilah orang yang tiada minta balasan
kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. Yaasiin
21)
Laki-laki itu menjelaskan lagi ketiga utusan
yang mendakwahkan kebenaran itu tidak mengharapkan balas jasa sama sekali atas
jerih payahnya dalam menyampaikan risalah itu. Merekalah yang memperoleh
petunjuk dari Allah SWT bahwa yang seharusnya disembah itu adalah Allah Yang
Maha Esa, tanpa memperserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun. Laki-laki yang
bernama Habib itu datang dari jauh, menjelaskan lagi kepada penduduk Antakiyah
itu bahwa ia memberikan pelajaran dan pengajaran kepada mereka, setelah ia
meyakinkan apa yang disampaikannya merupakan sesuatu yang baik bagi dirinya
sendiri. Kenapa pula aku tidak akan menyembah kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa
yang telah menciptakan aku, dan kepada-Nya akan kembali semua yang hidup ini? Di
sanalah kamu akan menerima segala ganjaran amal perbuatanmu. Yang berbuat baik
pasti menikmati hasil kebaikannya, yang berbuat jahat, sudah barang tentu tidak
sanggup melepaskan diri dari azab sebagai balasan. Penegasan di alas adalah
sebagai jawaban dari pertanyaan kaumnya yang tidak mau beriman itu.
Apakah engkau sendiri (hai Habib) beriman
dengan para utusan itu dan engkau percaya kepadanya dan dengan sepenuh hati
untuk beriman dan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa itu?
Apakah pantas aku mencari atau menjadikan
tuhan yang lain selain dan pada Tuhan Yang Maha Esa itu? Tuhan yang tiada
sanggup memberi manfaat atau menolak mudarat, tuhan yang tiada mendengar dan
tiada melihat?. Sebaliknya Tuhan yang aku sembah andai kata ia bermaksud
mencelakakan aku tiada aku sanggup mengelakkannya, malah tuhan-tuhan yang kamu
sembah itu tidak bisa memberi pertolongan (syafaat). Demikian pula tuhan-tuhan
itu sudah barang tentu tidak dapat menghindarkan aku dari siksaan Allah, walau
pun aku telah menyembah mereka.
Oleh karena itu bila aku turut serta pula
menyembah apa yang kamu sembah selain dari Tuhan Yang Maha Esa, sungguh aku
telah menempuh jalan yang sesat. Kalau aku menyembah patung yang terbikin dari
batu atau makhluk-makhluk lainnya, sedang dia sama sekali tidak mungkin
mendatangkan manfaat atau menolak mudarat, bukankah aku sudah berada dalam
kesesatan?
Laki-laki yang datang dari jauh (Habib) itu
mengakhiri nasihatnya dengan menegaskan di hadapan kaumnya kepada ketiga utusan
itu tentang pendiriannya yang sejati, yakni "Dengarlah wahai utusan-utusan Nabi
Isa, aku beriman kepada Tuhanmu yang telah mengutus kamu. Oleh karena itu
saksikanlah dan dengarkanlah apa yang aku ucapkan ini". Menurut riwayat, setelah
Habib mengumandangkan pendiriannya, yakni ia beriman kepada para utusan Nabi Isa
itu, beriman kepada Allah Yang Maha Esa dengan dalil-dalil seperti disebutkan di
atas, kaum kafir itu melemparinya dengan batu. Sekujur tubuhnya mengeluarkan
darah. Akhirnya Habib Syahid menegakkan kebenaran. Ada pula riwayat kedua
kakinya ditarik dengan arah yang berlawanan sampai sobek dari arah duburnya
memancar darah segar. Ia gugur dalam melaksanakan tugasnya. Sebelum menemui
ajalnya, pahlawan tersebut masih sempat berdoa kepada Tuhan:
Artinya:
Ya Allah tunjukilah kaumku. sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui.
Pada saat Hari Berbangkit tiba, maka Allah
memerintahkan kepada Habib: "Masuklah engkau ke dalam surga sebagai balasan atas
apa yang telah engkau kerjakan selama di dunia". Setelah ia masuk ke dalam surga
itu dan merasakan betapa indah dan nikmatnya balasan Allah bagi orang yang
beriman dan sabar dalam melaksanakan tugas dakwah, ia pun berkata: "Kiranya
kaumku dahulu mengetahui bahwa aku memperoleh magfirah dan memperoleh kemuliaan
dari Allah", Magfirah dan kemuliaan yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh
sebagian manusia yang beriman. Sesungguhnya ayat di atas memakai lafal "tamanni"
(mengharapkan sesuatu yang tak mungkin dicapai) guna untuk mendorong kaum
Antakiyah dan orang-orang mukmin pada umumnya agar berusaha sebanyak mungkin
memperoleh ganjaran seperti itu, tobat dari segala kekafiran dan masuk ke dalam
kelompok orang yang merasakan indahnya dan lezatnya beriman kepada Allah SWT,
menaati dan mengikuti jalan para wali Allah dengan cara menahan marah dan
melimpahkan kasih sayang kepada orang yang memusuhinya. Kata Ibnu `Abbas, Habib
menasihatkan kepada kaumnya ketika ia masih hidup dengan ucapan "Ikutilah
risalah yang dibawa oleh para utusan itu". Kemudian setelah ia meninggal dunia
akibat siksaan mereka ia juga masih mengharapkan "kiranya kaumku mengetahui
bahwa Allah telah mengampuniku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang
dimuliakan". Setelah Habib dibunuh, Allah menurunkan siksa-Nya kepada mereka
Jibril diperintahkan mendatangi kaum yang durhaka itu. Dengan satu kali teriakan
saja bagaikan halilintar kerasnya, mereka tiba-tiba mati semuanya. Itulah suatu
balasan yang setimpal dengan kesalahan karena mendustakan utusan-utusan Allah,
membunuh wali-wali-Nya dan mengingkari risalah Allah.
22. Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang
telah menciptakan dan yang hanya kepada-Nya kamu (semua) akan dikembalikan?(QS.
Yaasiin 22)
Selanjutnya dalam ayat ini digambarkan
kesadaran yang timbul dalam hati dan cahaya iman yang telah menyinari jiwa orang
itu, sehingga ia berpendapat bahwa tidak ada atasan sedikitpun baginya tidak
beriman kepada Allah SWT, karena Dialah yang telah menciptakan dan membentuknya
sedemikian rupa dalam proses kejadian, sehingga memungkinkan dirinya memeluk
agama tauhid yaitu agama yang mempercayai Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha
Esa.
Pada akhir ayat ini orang itu menyatakan:
"Hanya kepada Allah sajalah ia akan kembali setelah meninggalkan kehidupan dunia
yang fana ini, tidak kepada yang lain".
Pernyataan ini timbul dari lubuk hati orang
itu, setelah ia merasakan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.
Seseorang hamba menghambakan diri kepada
Allah:
1. Karena merasakan kekuasaan dan kebesaran
Allah. Hanya Dialah yang berhak disembah, tidak ada sesuatupun yang lain, karena
keyakinan itu is tetap menghambakan diri kepada Allah dalam keadaan
bagaimanapun, apakah ia diberi nikmat oleh Nya atau tidak, apakah ia dalam
kesengsaraan atau dalam kesenangan, apakah dalam kesempitan atau
kelapangan.
2. Hamba yang beribadat kepada Allah SWT
karena merasakan nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya, ia merasa tergantung
kepada nikmat Allah itu.
3. Karena hamba itu mengharapkan pahala
daripada-Nya dan takut ditimpa siksa-Nya.
Hamba yang dimaksud dalam ayat ini, ialah
hamba yang termasuk golongan pertama. Hamba itu tetap beribadat kepada Allah
sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya, sekalipun ia ditimpa malapetaka,
kesengsaraan dan cobaan-cobaan yang lain. Ia menyatakan bahwa seluruh yang ada
padanya, jiwa dan raganya, hidup dan matinya, semuanya adalah untuk
Allah.
Keimanan orang ini sesuai dengan iman yang
dimaksud dalam firman Allah SWT:
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya salatku, ibadahku,
hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi
Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Q.S. Al An'am:
162-163)
23. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan
selain-Nya jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku,
niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka
tidak (pula) dapat menyelamatkanku?(QS. Yaasiin 23)
Seterusnya ia bertanya kepada dirinya sendiri:
"Apakah aku patut menyembah Tuhan selain Allah, Tuhan Yang Maha Esa, padahal
seandainya Dia bermaksud menimpakan sesuatu malapetaka atau kemudaratan atas
diriku, niscaya tidak ada sesuatupun yang dapat menolongku, demikian pula
tuhan-tuhan yang aku sembah itu. Mereka tidak berdaya sedikitpun dan
menyelamatkan aku dari kemudaratan dan malapetaka itu.
24. Sesungguhnya aku kalau begitu pasti berada
dalam kesesatan yang nyata.
(QS. Yaasiin 24)
Ia lalu memperoleh jawaban yang benar alas
pertanyaan itu, ialah: bahwa tidaklah patut sama sekali baginya bertuhan kepada
selain Allah. Hanya Allah sajalah Tuhan yang sebenarnya. Dan jika ia bertuhan
kepada selain Allah, pastilah ia berada dalam kesesatan yang nyata.
25. Sesungguhnya aku telah beriman kepada
Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan) ku.(QS. Yaasiin 25)
Akhirnya, orang tersebut mengambil keputusan
yang tepat berdasar keyakinan yang bulat, bahwa ia hanya beriman kepada Allah,
yaitu Tuhan yang sebenarnya bagi dia dan kaumnya. Maka ia lalu mengumumkan
keimanan dan keyakinannya itu kepada kaumnya, dan berkata dengan tegas:
"Sesungguhnya aku telah beriman kepada Allah yaitu Tuhan kamu yang sebenarnya.
Maka dengarkanlah pernyataan imanku ini".
Sikap dan pernyataan iman seperti tersebut di
atas, yang dilontarkan di tengah-tengah masyarakat yang masih bergelimang
kekafiran, kemusyrikan dan kemaksiatan, benar-benar merupaan keberanian yang
timbul dari cahaya iman yang telah menerangi hati nuraninya, ia telah beriman.
Dan ia ingin agar kaumnya juga beriman, Ia tak gentar kepada ancaman yang
membahayakan dirinya, demi untuk melaksanakan tugas sucinya, mengajak umat ke
jalan yang benar.
Menurut suatu riwayat, ketika orang itu
berkata demikian kaumnya menyerangnya dan membunuhnya dan tidak seorangpun yang
membelanya.
Sedang menurut Qatadah: "Kaumnya merajamnya
dengan batu, dan dia tetap mengatakan (berdoa)" "Wahai Tuhanku, tunjukilah
kaumku, karena mereka. tidak mengetahui". Demikianlah kaumnya merajamnya sampai
ia menghembuskan nafasnya yang penghabisan. Dalam riwayat disebutkan, bahwa
orang yang dimaksud pada ayat-ayat di atas bernama Habib Ibnu Murry, seorang
tukang kayu yang terkena penyakit campak, akan tetapi ia suka bersedekah,
sehingga separo dari penghasilannya sehari-hari di sedekahkannya. Disebutkan,
bahwa setelah kaumnya mendengar pernyataan imannya itu maka berkobarlah
kemarahan terhadapnya, dan akhirnya mereka membunuhnya. Akan tetapi pada saat
sebelum ia menghembuskan nafas yang terakhir, turunlah kepadanya, malaikat untuk
memberitahukan, bahwa Allah telah mengampuni semua dosa-dosanya yang telah
dilakukannya sebelum ia beriman, dan ia dimasukkan Nya ke dalam surga sehingga
ia termasuk golongan orang-orang yang mendapat kemuliaan di sisi Allah
SWT.
Pada detik-detik yang terakhir itu ia masih
sempat mengucapkan kata harapan: "Alangkah baiknya, jika kaumku mengetahui
karunia Allah yang dilimpahkan Nya kepadaku, berkat keimananku kepada Nya, yaitu
bahwa aku telah beroleh ampun atas dosaku, dan aku akan dimasukkan ke dalam
surga dengan ganjaran yang berlipat ganda, dan aku akan termasuk golongan
orang-orang yang beroleh kemuliaan di sisi Nya. Seandainya mereka mengetahui hal
ini, tentulah mereka akan beriman pula".
Pernyataan Habib itu adalah pernyataan yang
amat tinggi nilainya dan menunjukkan ketinggian akhlaknya. Sekalipun ia telah
dirajam dan disiksa oleh kaumnya, namun ia tetap bercita-cita agar kaumnya sadar
dan mendapat rahmat dari Tuhan sebagaimana yang telah dialaminya itu.
(QS. Yaasiin 14-25)