Hari hari kita pikirkan dan bicarakan tentang kepentingan dunia, mari kita luangkan sedikit waktu untuk pikirkan dan bicarakan tentang perkara agama, tentang kebesaran Alloh, satu satunya bekal kita nanti pulang ke "Kampung Akhirat" dan untuk apa sebenarnya kita sebagai manusia Alloh SWT ciptakan di dunia ini...

Monday, November 14, 2011

Dakwah Di Belanda

Cerita ini mirip ketika di Belanda dulu saya berjumpa dengan jamaah Pakistan campuran Maroko yang sedang khuruj di kota Groningen.

Di sela-sela kuliah, biasanya saya menyempatkan diri untuk sholat jamaah di masjid dekat kampus. Setahu saya ada beberapa masjid di Kota Groningen dan 3 diantaranya sempat saya kunjungi. Satu masjid dekat kampus saya, kami menyebutnya masjid Maroko karena menurut teman saya masjid itu dulunya perpustakaan yang dibeli oleh orang-orang Maroko kemudian disulap menjadi masjid. Ukurannya tidak terlalu besar kira-kira kapasitas 200-an orang. Di Belanda ada peraturan, suatu bangunan sekalipun boleh difungsikan sebagai masjid, namun bentuk dan arsitektur bangunan tidak boleh diubah, hanya interior dalamnya yang boleh disesuaikan dengan kebutuhan. Alhasil, masjid itu lebih mirip rumah Belanda kuno dan tidak ada tanda-tanda masjid pada umumnya seperti kubah, menara ataupun ruang imam yang biasanya menonjol keluar.

Bagi saya dan pada umumnya mahasiswa muslim yang kuliah di Groningen University maupun Hanzehogeschool, masjid Maroko ini merupakan tempat sholat yang paling dekat dengan kampus maupun dengan flat tempat tinggal mahasiswa. Disamping itu, jalan menuju ke kampus melewati masjid tersebut sehingga memudahkan aksesnya.

Satu lagi keuntungan masjid tersebut bagi saya adalah toko makanan halal yang ada didalamnya. Sekalipun ukuran tokonya hanya sekitar 3×4 m2 namun isinya cukup lengkap untuk kebutuhan sehari-hari. Ragu2 rasanya kalau harus beli daging potong maupun ayam potong di toko maupun pasar umum, sehingga toko di masjid tersebut menjadi langganan saya untuk santapan sehari-hari.

Masjid kedua di kota Groningen yang pernah saya kunjungi adalah Masjid Turki. Kami menyebutnya begitu karena masjid ini dibeli oleh orang-orang Turki dan mereka pula yang sehari-hari mengurusnya. Letaknya kira-kira 2 km dari masjid Maroko. Agak jauh dari areal kampus maupun flat mahasiswa.

Masjid Turki ini cukup besar, ukurannya kira-kira 4 kali masjid Maroko, dengan kapasitas sekitar 800-1000 orang. Uniknya, masjid Turki ini awalnya adalah Gereja Tua yang sudah tidak dipakai dan dibeli oleh orang Turki kemudian diubah menjadi masjid. Di Belanda memang ada aturan, bangunan tempat ibadah boleh dijual tapi tidak boleh berubah fungsi menjadi rumah ataupun pertokoan maupun kantor. Fungsinya harus tetap sebagai tempat ibadah atau tempat sosial. Maka banyak gereja-gereja di Belanda yang dibeli oleh masyarakat muslim kemudian disulap menjadi masjid.

Hanya saja, seperti Masjid Maroko di atas, bentuk luar masjid ini pun masih bentuk luar gereja. Benar-benar eksterior gereja. Yang berubah adalah lambang salib yang ditiadakan dan diganti bulan sabit. Sedangkan menara dan jam penanda waktu yang menjadi ciri khas gereja-gereja eropa masih tetap seperti sediakala.

Ada yang khas pada masjid Turki ini. Di dalam masjid ada meja biliard, juga disiapkan papan-papan catur dan rak-rak koran. Orang-orang turki yang akan sholat, terutama sholat isya atau maghrib, sambil menunggu waktu sholat tiba, mereka kadang2 main billiard atau catur. Ah… memang masih terbawa nuasa sekulerisasi di negeri mereka. Namun itu lebih baik daripada mereka tidak sholat… iya kan.

Di masjid Turki saya belum pernah melihat aktivitas jamaah tabligh. Tapi di masjid Maroka saya pernah melihat jamaah Malaysia sedang khuruj dan itikaf di situ, tapi waktu itu aku pas lagi sangat sibuk dg tugas-tugas kuliah sehingga tdk terlalu perhatian. Sekalipun waktu di Jakarta saya pernah aktif khuruj dari tahun 1994 2000, namun ketika kuliah di Belanda tahun 2002-2003 tsb saya sudah cukup lama meninggalkan aktivitas khuruj shg hati saya belum tersentuh untuk bergerak lagi. Yang pasti, Alloh masih belum membuka hidayah untuk saya kala itu.

Saya sungguh mengerti, perasaan seperti ini mungkin juga dirasakan oleh saudara-saudara muslim yang lain ketika datang rombongan tabligh yang umumnya berjumlah 7-10 orang ke masjidnya. Pertama yang dirasakan masyarakat adalah perasaan aneh. Aneh saja, ada orang mau jauh-jauh datang ke tempat kita hanya untuk tidur di masjid, kadang masak-masak di masjid dan kelililng ke rumah-rumah warga untuk ngajak orang ke masjid. Padahal kadang-kadang yang diajak ke masjid itu adalah orang yang setiap hari sudah ke masjid, atau sudah jadi pengurus DKM. Bahkan mungkin penyumbang terbesar di masjid itu. Aneh juga orang-orang ini berceramah atau baca buku fadhilah amal setiap selesai sholat.

Perasaan kedua, adalah rasa risih, kok ada orang-orang asing, dengan pakaian-pakaian asing dan penampilan berjenggot seperti pakaiannya Diponegoro atau imam Bonjol. Pakaian Jadul bener… Sebagian ada yang berpenampilan rapi tapi kebanyakan penampilan ala kadarnya, mungkin bajunya sudah lama tidak diseterika. Tapi rata-rata mereka memakai minyak wangi, bersiwak dan kadang-kadang pakai celak mata. Apa mereka teroris ya, apa ngak ya… Kalo teroris kok nekat banget tidur di masjid dan pake pakaian yang jadul gitu… apa ngak cepet diendus aparat atau intel.

Perasaan ketiga, cuek…, biarin saja asalkan mereka tidak menganggu masyarakat. Itung-itung bisa mendengarkan ceramah gratis, daripada ngundang ustadz dari jauh kan harus bayar. Orang-orang ini datang kan ngak dibayar dan masak sendiri. Ya… udah biarin aja, siapa tahu dia bisa mengajak orang-orang di jalan-jalan yang ngak pernah ke masjid itu biar pada ke masjid.Tapi kalo ngajak saya yah entar dulu… paling saya bilang IngsyaAlloh… Apalagi ngajak-ngajak keluar 3 hari bagaimana ngatur waktunya kegiatanku kan bejubel… hiii…hiii aneh-aneh aja nich orang.

Perasaan keempat, unik…, ini unik dan menarik juga… mungkin enak juga kali ya, tidur di masjid… bareng orang-orang ini, kayaknya mereka orang baik-baik kok. Mereka ramah-ramah dan ngak menutup diri. Kalau ditanya satu pertanyaan saja mereka langsung menyambut antusias. Sungguh orang-orang ini sangat bersahabat. Mereka nampaknya bukan orang jahat. Hanya saja ini orang asing… jangan-jangan nanti ada maksud apa… apa. Bagaimana ya… Udahlah ngapain ngambil resiko terjadi apa… apa, lagian orang di kampung ku juga ngak ada yang ngikut gitu2.

Selama di Belanda saya tidak terpikir untuk khuruj bersama rombongan jamaah tabligh. Disamping saya tidak yakin ada aktivitas khuruj di negeri eropa, saya juga ingin lebih konsentrasi menyelesaikan kuliah secepatnya. Maklum, waktu itu aku meninggalkan istri yang masih hamil anak pertama kami. Ah berat amat rasanya, baru menikah 2 bulan sudah harus berpisah gara-gara ngambil program master. Tapi mertua saya waktu itu sangat mendukung saya, juga istri saya dan semua keluarga besar juga mendukung, sehingga kelahiran ank pertama juga saya tidak menungguinya. Ah… untuk dapat dunia, pengorbanannya demikian besar.

Kadang2 saya berpikir, kalau misalnya saya tinggalkan istri “hamil anak pertama”  itu untuk khuruj/dakwah, dan bukan untuk kuliah S2, boleh ngak mertua saya ya… mau ngak ya istri saya he… he… Lucu juga ya… kalo untuk urusan dunia pasti boleh tapi untuk urusan dakwah dan agama “beraaaaaat banget”. Memang setannya banyak… dan setan juga punya banyak dalil he…he…

Namun saya tidak mengerti, ketika suatu hari salah seorang jamaah Pakistan mendekati saya dan mengajak saya keluar 3 hari, saya menyetujuinya. Jadilah, saya ikut keluar (khuruj) beberapa hari bersama mereka, kami mengunjungi rumah-rumah orang muslim satu per satu. Jamaah tersebut sudah memegang alamat nama-nama muslim di kota tsb shg ketika tidak berjumpa di rumah satu maka akan bergerak ke rumah lainnya.Demikian seterusnya sampai hari itu habis.

Kadang kami ketemu dengan tuan rumah, maka kami berbincang-bincang dengannya tentang sholatnya bagaimana, kerjanya bagaimana, suasana agama di kantor bagaimana dll. Seringkali ngak ketemu dan kami balik lagi di lain hari.

Indah sekali…. yang lebih berkesan bagi saya, ketika kami mengunjungi assylum seeker, tempat “penahanan” sementara imigran gelap yg umumnya dari afrika. Kami berbincang-bincang dengan mereka ttg latar belakang kehidupan mereka di sana, tentang keluarganya…. dan terutama amalan-amalan ibadahnya seperti sholat… dll.

Bagi yang belum memahaminya, maka usaha dakwah ini sepertinya buang-buang waktu. Namun bagi yang telah ikut 3 hari misalnya, maka usaha agama ini adalah tujuan dari diturunkannya para nabi dan rosul, juga tujuan dari kehidupan kita. Hakekatnya usaha dakwah ini adalah untuk memeperbaiki diri sendiri dengan cara mengajak orang lain membicarakan iman dan amal sholeh.