Ketika telinga kita mendengar kata
Da’wah, mata melihat tulisan
Da’wah, benak kita
membayangkan bahwa perkara ini pasti yang berkaitan dengan Khotbah, Ceramah, dan
hal-hal yang ilmiah?
Da’wah ini artinya mengajak, artinya siapapun yang mengajak kepada
Allah dia telah melakukan da’wah, berbeda dengan Ta’lim yang artinya mengajar, ini memang perlu keahlian dan ilmu yang
dipersyaratkan.
Maka Da’wah ini adalah tugas semua orang Islam yang sudah ada kalimat Laa
Ilaaha Illallah.
Kalau ada yang mengatakan Da’wah itu harus berimu tinggi, harus pakai
dalil, pakai ayat, pakai hadits, kitab tertentu,… hal ini masih rancu antara
Da’wah (mengajak) dan
Ta’lim
(mengajar).
Jika kita mengatakan Da’wah harus berilmu tinggi, jangan-jangan
kita ini termasuk penghalang dalam Da’wah. Karena mempersulit Da’wah.
Untuk berda’wah dalil yang sederhana ;
“Sampaikan dariku walau satu ayat”,
(hadits)
“Jika kau melihat kemungkaran cegahlah dengan
tanganmu, jika tidak mampu dengan lisanmu, jika tidak mampu dengan hatimu, dan
jika demikian adalah selemah-lemah iman”.(hadits)
Untuk Hal yang sifatnya sudah umum/kita sudah
tahu maka “lakukan saja”. Mengajak Sholat berjamaah, melarang berjudi dsb.
Bahkan Alim ulama sampaikan kalau kita membangunkan anak kita dipagi hari untuk
Sholat subuh, inipun sudah Da’wah.
Rasulullah dalam berda’wah kepada Sahabat kadang menggunakan
Tamsil agar lebih mudah diterima, begitupun Alim ulama juga sering memberi
contoh kepada kita dengan tamsil, kitapun tentunya juga tidak salah membuat
tamsil-tamsil untuk memberi kemudahan kepada orang yang kita Da’wahi (Mad’un).
Marilah ber-Da’wah , sesuai kapasitas kita, sesuai apa
yang kita sudah tahu, syukur lagi yg sudah kita amalkan kalau kita mati, amalan
Da’wah kita tetap mengalir
kepada kita.
“Kalian adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah…….” (QS Ali Imran : 110) kita adalah
Da’i yang sedang di kantor,
kita da’i yang sedang di
pasar, dsb.
Hari ini Islam susah berkembang karena merasa
diri kita sebagai pegawai, pedagang, petani, dsb. Inilah kesalah pahaman umat
hari ini. Sehingga kita tidak peduli sahabat tidak sholat, tidak peduli sahabat
maksiat.
Dan ingat bahwa Da’wah yang dicontohkan oleh Nabi adalah
Da’wah dengan (mahabah)
Kasih sayang sebagaimana ketika Rasulullah di tolak Da’wah beliau di Tho’if (kaum Tsaqif) Nabi tetap sayang
kepada kaum Tsaqif tersebut.
Jika amalam kita ingin diperbaiki oleh Allah
dan dosa kita digugurkan oleh Allah inilah jalanNya DA’WAH.
Dak’wah yang akan membawa umat kembali jaya sebagai era sahabat
memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Mendatangi Umat, bergerak laksana awan
(tidak diundang)
2. Korban harta dan diri (bukan mencari materi
dari Da’wahnya, justru
mengorbankan yg dimiliki untuk agama)
3. Ijtima’iat (melibatkan orang lain , Saudara
sahabat, tetangga dsb) serta memiliki tertib yang sama seluruh dunia.
Semoga Allah bimbing kita menjadi
Da’i dan tidak terkesan
kepada para penghalang Da’wah. (penghalang Da’wah hanyalah Makhluk Allah yang tidak memberi manfaat dan mudhorot
kecuali atas izin Allah).