Jika umat jalankan da’wah secara ijtimai, maka agama akan
wujud dalam kehidupan umat ini. Jika tidak, umat Islam akan jadi mad’u, objek da’wah, ikut kesana kemari, waktu dan harta
akan dipergunakan untuk yang sia-sia. Jika umat terlibat dalam usaha
da’wah, maka harta dan waktu
akan terpelihara dan akan digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
Da’i tidak akan terkesan
dengan keadaan. Abdullah bin Quhafah dida’wahi untuk meninggalkan Islam, dirayu dengan kerajaan, ditakuti
dengan kematian, tidak terkesan. Sehingga fardlu a’in bagi setiap umat untuk
berda’wah. Jika dipikirkan
kalau da’wah itu hukumnya
hanya fardu kifayah, maka orang yang tidak berda’wah akan dida’wahi oleh orang lain/ hal-hal lain.
Pindahnya agama seseorang itu dimulai jika da’wah ditinggalkan. Da’wah adalah penyelesain masalah infirodi
dan ijtimai. Allah SWT telah berfirman, “Siapa yang lebih baik perkataanya (yang
lebih baik agamanya) dari orang yang menyeru kepada Allah SWT dan beramal
soleh”.
Disini diterangkan bahwa agama terbaik hanya terwujud dengan menyatukan
da’wah dan ibadah. Ini tidak
hanya merupakan pertanyaan, tapi penjelasan dan penegasan bahwa da’wah itulah satu-satunya jalan untuk
mendapatkan agama yang baik. Da’wah menimbulkan isti’dat/kesiapan untuk berbuat baik, seperti membajak sawah agar siap
untuk ditanami. Da’wah juga
membuat istiqomah bagi yang telah beramal. Harus difahami, bahwa da’wah adalah fardu a’in. Jika da’wah itu fardhu kifayah, maka artinya
niat da’wah itu untuk
memperbaiki orang lain. Karena amalan fardu kifayah selalu untuk orang lain,
seperti sholat jenazah untuk orang lain. Tapi sholat wajib itu untuk diri
sendiri, sehingga hukumnya fardu a’in. Demikian pula wajibnya da’wah adalah untuk menyelamatkan iman
dalam diri sendiri, sehingga hukumnya fardu a’in, Maka bermujahadah dalam
da’wah adalah untuk manfaat
diri sendiri (waman jaahada fainnamaa yujaahidu linafsih). Jika da’wah bertujuan untuk orang lain, maka
dalam berda’wah akan mencari
cara-cara lain, seperti pakai Hand Phone, pakai internet, dsb, hal ini tidak
bermujahadah. Da’wah dibuat
agar hanya terkesan kepada Allah SWT. Jika telah bisa menafikkan semuanya dan
terkesan hanya kepada Allah SWT, maka akan dapat pertolongan langsung dari Allah
SWT. Caranya: a) Buat zikir dan da’wah sebanyak-banyaknya. Buat halakah iman b) Banyak bercerita
tentang nabi-nabi untuk menguatkan iman kaum ini. c) Banyak cerita tentang
nusrotullah dalam perjuangan agama para sahabat untuk memberi semangat umat ini
d) Banyak baca ayat dan hadits tentang ciri-ciri orang yang beriman. Nusrotullah
akan datang dengan sabar dan taqwa (waintashbiruu watattaquu, laa yadurrukum
kaiduhum syai’aa).
Sabar
saja tanpa taqwa, tidak akan turun pertolongan Alloh SWT. Sabar tanpa taqwa
seperti sabarnya pencuri yang tertangkap dan dipukuli oleh polisi. Kita juga
harus membawa yakin pada Alloh SWT dalam bermuamalah. Mengenai asbab kebendaan,
ada dua hal: a) Masukkan hukum / perintah Alloh SWT dalam asbab kebendaan. b)
Utamakan amal daripada asbab. Kejayaan ada pada perintah Alloh SWT, bukan pada
asbab. Arahan Para Masyaikh Nizamuddin Tentang Persiapan Ijtima Indonesia Sudah
sejak lama, sejak 13 tahun lalu (1996) ada ijtima di Indonesia yang dihadiri
oleh para masyaikh. Jadi penting kita bersiap-siap. Persiapan pertama yang harus
dilakukan adalah niat dan azam yang kuat. Apa yang diniatkan, maka begitulah
pertolongan Alloh SWT akan datang. Jangan niat hanya agar banyak orang yang
berkumpul, maksud kita tidak hanya untuk kumpul-kumpul. Ada 4 langkah yang perlu
kita kerjakan dalam mempersiapkan ijtima: 1.Setiap orang berusaha untuk
menyempurnakan agama dalam hidupnya. Hari ini Islam hanya ada dalam buku-buku,
tidak ada dalam contoh kehidupan. Maka kita usahakan mulai dari diri kita dan
rumah kita untuk hidupkan agama dan amal sunnah secara sempurna, sebagai contoh.
Untuk amalkan ini, perlu keluar 3 hari masturat tiap 3 bulan, menjaga semangat
agama bagi isteri kita. 2.Kemudian, hidupkan mesjid dengan 5 amal.
Datangi tiap
rumah di kampung kita, bukan untuk i’lan ijtima, itu mudah, tapi untuk taskil mereka keluar di jalan
Alloh. Bicara da’wah secara
sempurna dengan semua laki-laki di tiap rumah tersebut, sehingga mereka siap
untuk hidupkan agama secara sempurna di rumah-rumah mereka juga. Maulana Umar
sampaikan, ada 3 jenis kerja di mahalah: a). Kepada da’i yang aktif, agar mereka tambah
pengorbanan b). Kepada da’i
yang kurang aktif, agar kembali terlibat dalam da’wah c). Kepada orang awam, agar mereka
terlibat dalam amal mesjid, apa yg mereka mampu. 3.Kemudian usaha ke masjid lain
yang belum ada amal masjid. Juga kampung-kampung lain, walaupun tidak ada
masjid. Rombongan bisa berteduh di bawah pohon, atau dimanapun, di Indonesia
tidak ada musim panas dan dingin, tidak perlu bergantung pada bangunan masjid.
Pernah rombongan menginap di stasiun bis. Siapkan mereka untuk bangun masjid
juga, dengan kayu-kayu atau bambu-bambu yang ada di kampung tersebut. Jadi
siapkan mereka untuk terima rombongan-rombongan da’wah. Apabila amal masjid hidup di
kampung tersebut, maka mereka juga akan usaha atas rumah-rumah di seluruh
kampung tersebut, sehingga tiap rumah juga akan amal agama secara sempurna, dan
semua pahala akan mengalir pada kita.
4.Dengan cara yg sama, kirim juga jamaah
ke seluruh Indonesia, dan seluruh dunia. Jadi dengan demikian kita tidak hanya
i’lan tentang ijtima dan
usaha terus untuk mengeluarkan rombongan itu tidak perlu menunggu ijtima. Tapi
usaha atas ijtima bermula ketika tanggal ijtima telah ditetapkan, dan dibuat
usaha mengirimkan jamaah sejak saat itu juga. Kemudian, mengenai safari masyaikh
dalam ijtima di Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia, tidak diperkenankan
ada yang ikut berkeliling, baik karkun lama, baru, sendiri ataupun berjamaah.
Yang ikut berkeliling hanya yang diputuskan dengan musyawarah. Jika ingin
mendapat manfaat dari syuhbah dengan masyaikh, caranya dengan pergi ke
Nizamuddin, atau Raiwind, atau Kakrail. Tertib dalam usaha ini, yang ingin
berkorban, maka ia kerja atas kaumnya, lalu bawa mereka sebanyak-banyaknya
keluar di jalan Alloh. Sebagaimana di jaman Nabi, ada yg masuk Islam, maka dia
tidak terus-menerus bersama Nabi, cukup beberapa saat saja. Tapi dia segera
pulang dan membawa 80 keluarga dari kaumnya untuk masuk Islam
bersama-sama.