Seseorang telah datang kepada Abdullah bin
Ja'far r.huma. dan membaca dua bait syair:
Kebaikan dan perbuatan baik akan menjadi suatu
kebaikan bila diberikan kepada orang yang patut menerimanya
Berbuat baik kepada orang- orang yang bodoh
tidaklah patut
Seandainya ingin berbuat baik kepada
seseorang, hendaknya ikhlas semata-mata karena Allah swt. (sehingga dapat
berbuat baik kepada sesama, bahkan orang-orang kafir maupun hewan-hewan pun
pantas untuk menerimanya).
Atau engkau berbuat baik kepada keluargamu (
karena hak kekerabatan mempunyai kedudukan yang lebih utama sebagai orang yang
berhak atas pemberianmu ).
Dan jika kedua masalah ini tidak didapatkan,
maka janganlah kamu berbuat baik kepada orang-orang yang bodoh, yang tidak
pantas menerima pemberianmu.
Di dalam syair ini, kata-kata tersebut
ditujukan kepada Abdullah bin Ja'far r.huma. karena kedermawanannya laksana
hujan yang menyirami orang yang memerlukan dan yang tidak memerlukan. Setelah
mendengar syair ini, Abdullah bin Ja'far r.huma. berkata, "Syair ini membuat
orang menjadi bakhil. Aku lebih suka mencurahkan kebaikan-kebaikanku kepada
siapa saja laksana hujan yang mencurahi semuanya. Jika sedekahku sampai kepada
orang yang mulia dan patut untuk menerimanya, maka yang demikian itu lebih baik
dan bagus, karena mereka berhak menerimanya. Dan jika sedekahku diterima oleh
orang yang tidak berhak menerimanya, maka aku menyalahkan diriku sendiri karena
memiliki uang yang hanya layak untuk diberikan kepada orang yang tidak pantas
dan tidak bersyukur." ( Kitab Ihya” )
Kata-kata tersebut diucapkan oleh Abdullah
r.a. dengan penuh tawadhu'. Ia merasa bahwa hartanya tidak bernilai dan hanya
layak untuk orang-orang yang tidak pantas saja.